Sinergi Guru dan Teknologi dalam Mencipta Pembelajaran yang Bernyawa di Dunia Digital

Lailatul Farah (20624027)

Etika Profesi Keguruan B

Semua aspek kehidupan manusia telah berubah di era digital, termasuk dunia pendidikan. Bagi para pendidik di Indonesia, transformasi ini memberikan peluang sekaligus tantangan. Tidak lama lagi, guru akan menghadapi berbagai platform pembelajaran digital yang canggih dan interaktif. Namun, esensi pendidikan tidak boleh kehilangan kemanusiaan di tengah arus modernisasi ini.  Guru selalu berperan penting dalam membentuk karakter, nilai, dan moral siswa. Oleh karena itu, kerja sama antara guru dan teknologi sangat penting untuk menyediakan pembelajaran yang tidak hanya modern tetapi juga bermakna dan bermakna bagi perkembangan siswa.

Untuk menyesuaikan diri dengan perubahan paradigma pembelajaran yang terjadi di era modern, guru harus menata ulang peran dan pendekatan mereka dalam mengajar. Sementara guru dulunya hanya menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, mereka sekarang menjadi fasilitator dalam proses eksplorasi pengetahuan. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan bantuan berbagai sumber keberanian yang tersedia saat ini, tetapi tanpa bantuan guru, pembelajaran dapat kehilangan arah. Oleh karena itu, guru harus hadir sebagai penuntun yang mengarahkan penggunaan teknologi agar tetap berorientasi pada prinsip, etika, dan kemanusiaan dalam pendidikan.

Dalam pendidikan, teknologi bukan pengganti guru, tetapi teman yang dapat meningkatkan proses belajar.  Pembelajaran sekarang menjadi lebih fleksibel, kolaboratif, dan menarik berkat banyak inovasi digital. Untuk meningkatkan partisipasi siswa, guru dapat menggunakan media pembelajaran interaktif seperti simulasi virtual, video pembelajaran, atau aplikasi berbasis kecerdasan buatan.  Sebaliknya, teknologi hanyalah alat sedangkan  sifat manusiawi seorang guru tidak dapat diubah. Guru memiliki empati, kasih sayang, dan kemampuan untuk memahami keadaan emosional siswa mereka.  Ini adalah "jiwa" proses belajar ketika teknologi digunakan untuk kebaikan manusia, bukan untuk efisiensi teknis.

Pembelajaran yang memanusiakan disebut pembelajaran yang hidup.  Ia tidak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga pada pertumbuhan kepribadian dan kepekaan sosial.  Dalam situasi ini, guru berfungsi sebagai fasilitator dan memiliki kemampuan untuk mendorong teknologi untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut. Misalnya, pendidik dapat memanfaatkan platform digital untuk bekerja sama dalam proyek sosial seperti literasi digital, toleransi, atau kampanye lingkungan. Kegiatan seperti ini mengajarkan siswa tidak hanya menggunakan teknologi tetapi juga nilai-nilai seperti tanggung jawab, empati, dan kerja sama. Oleh karena itu, kolaborasi antara guru dan teknologi dapat membantu menghasilkan generasi yang tidak hanya cerdas digital tetapi juga bermoral dan berkarakter.

Agar pendidikan tetap relevan, keseimbangan antara nilai kemanusiaan dan aspek teknologi harus dijaga. Guru harus mampu melihat teknologi sebagai alat bantu dalam pembelajaran, bukan tujuan akhir.  Metode berbasis nilai seperti refleksi digital, studi kasus, atau pembelajaran berbasis proyek dapat menjadi cara yang bagus untuk menggabungkan teknologi dengan pembentukan karakter. Dengan demikian, siswa tidak hanya memperoleh kemampuan teknis, tetapi juga memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai sosial, etika, dan spiritual dari proses belajar mereka di dunia digital.

Namun, guru harus terus belajar untuk bersinergi dengan teknologi.  Di era saat ini, guru harus memiliki kemampuan literasi digital. UNESCO (2023) mengatakan literasi digital tidak hanya menggunakan teknologi; itu juga berarti berpikir kritis, memahami etika digital, dan kreatif menggunakan teknologi. Sangat penting bagi guru untuk memahami bagaimana menggunakan media digital secara aman, bagaimana menilai kredibilitas sumber informasi, dan bagaimana mendidik siswa untuk menjadi pengguna teknologi yang cerdas. Dalam hal ini, pelatihan berkelanjutan sangat penting agar guru tidak hanya menjadi pengguna tetapi juga pencipta dan pengembang inovasi pembelajaran digital.

Agar transformasi digital di dunia pendidikan berhasil, lembaga pendidikan dan pemerintah harus mendukungnya. Guru dapat lebih siap untuk era pembelajaran digital melalui program seperti kolaborasi antarinstansi, penyediaan infrastruktur sekolah digital , dan pelatihan guru berbasis teknologi. Sinergi ini membantu guru menjadi lebih baik dan menciptakan budaya belajar yang bertahan lama. Dengan dukungan yang tepat, guru tidak hanya dapat beradaptasi tetapi juga berinovasi untuk memberi siswa pengalaman belajar yang bermanfaat.

Selain memiliki kemampuan teknis, guru juga harus sensitif secara sosial dan emosional.  Pembelajaran berbasis online atau digital sering menimbulkan jarak emosional antara pendidik dan siswa. Oleh karena itu, guru harus terus menggunakan pendekatan yang ramah dan manusiawi, seperti memberikan umpan balik pribadi, memungkinkan komunikasi dua arah, dan menciptakan suasana belajar yang inklusif. Dengan cara ini, pembelajaran digital akan tetap hidup dan bermakna jika hubungan emosional antara guru dan siswa terjaga.

Praktiknya, banyak guru di Indonesia telah menunjukkan bagaimana menggabungkan teknologi dan pembelajaran dapat menjadi inspirasi. Guru di seluruh dunia memanfaatkan platform sederhana seperti WhatsApp, YouTube, dan Canva untuk menyampaikan pelajaran secara kreatif, terutama bagi siswa yang memiliki akses internet yang terbatas. Mereka membuktikan bahwa keberhasilan pendidikan digital tidak bergantung pada kualitas perangkat lunak, tetapi pada dorongan dan inovasi guru untuk menggunakan teknologi secara kontekstual dan efektif.  Meskipun pembelajaran dilakukan melalui layar, guru yang kreatif dapat menghidupkan pembelajaran.

Pembelajaran yang efektif tidak hanya bergantung pada kemampuan guru dan kemajuan teknologi; kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat juga penting.  Ketiganya harus memiliki visi yang sama tentang bagaimana teknologi dapat digunakan untuk pendidikan daripada hiburan. Sementara masyarakat mendukung pembentukan ekosistem digital yang positif, orang tua dapat menjadi mitra guru dalam membangun disiplin belajar di rumah.  Pendidikan yang humanis dan relevan dengan zaman dapat benar-benar terwujud ketika semua orang bersatu dalam semangat literasi digital.

Pada akhirnya, pendidikan yang berkualitas di era digital bergantung pada kolaborasi guru dan teknologi. Guru bukan sekadar pengguna teknologi; mereka adalah pemimpin moral dalam transformasi pendidikan digital. Meskipun teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan akses, hanya pendidik yang dapat membangun prinsip, membangun karakter, dan menumbuhkan karya.  Oleh karena itu, untuk mencegah hilangnya jati diri, pendidikan digital harus didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Guru yang dapat berintegrasi dengan teknologi mengajar dengan hati dan kepala. Mereka adalah pelita yang menuntun generasi muda agar tidak tersesat dalam kegembiraan dunia maya, melainkan tumbuh menjadi individu yang kuat, cerdas, emosional, dan bermoral.

Sinergi antara guru dan teknologi adalah keniscayaan. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana sinergi itu digunakan untuk menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan pembelajaran yang mengubah manusia dari sekadar pengguna informasi menjadi pencipta pengetahuan. Teknologi akan menjadi sahabat yang memperkuat nilai-nilai kemanusiaan daripada menggantikannya di tangan guru yang kreatif dan berjiwa digital. Di persimpangan antara kecanggihan teknologi dan kebijaksanaan guru, pendidikan Indonesia akan berdiri tegak.

 

Daftar Pustaka:

Kemendikbudristek. (2023). Strategi Transformasi Digital Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

UNESCO. (2023). Digital Literacy for Educators: Framework and Practices. Paris: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

Prensky, M. (2010). Teaching Digital Natives: Partnering for Real Learning. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Toffler, A. (2022). The Third Wave: The Impact of the Digital Era on Education. New York: Bantam Books.

 

Post a Comment

0 Comments