Nama:
Farkhatun Na’mah
NIM: 20325037
Kelas: PGMI A
Ibu Dewi, seorang
guru matematika berusia 50 tahun gemetar saat pertama kali menyalakan zoom
untuk mengajar. Dua tahun kemudian, dia memenangkan penghargaan nasional untuk
inovasi pembelajaran digital. Kisahnya bukan tentang teknologi ini tentang
keberanian untuk berubah. Pendidikan digital adalah transformasi besar dalam
penggunaan teknologi dari yang dulunya mengajar hanya bermediakan buku cetak
dan papan tulis untuk mengajar dan belajar. Sedangkan saat ini, guru harus
menggunakan aplikasi, platform online, dan bahkan AI untuk mengajar Di tengah
berbagai perubahan tersebut, peran guru menjadi sangat krusial dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa, karena guru lah yang memastikan apakah teknologi
benar-benar mendukung proses pembelajaran atau sekadar menjadi hiasan tanpa
fungsi.
Pada tahun
2020 jutaan guru di Indonesia harus cepat belajar teknologi karena pandemi
COVID-19. Kebanyakan orang mengalami kesulitan atau bahkan tidak tahu bagaimana
menggunakan aplikasi baru. Namun, situasi saat ini menunjukkan bahwa pendidikan
digital bukan lagi pilihan tapi itu adalah kebutuhan. Dengan siswa menggunakan
perangkat elektronik saat ini, mereka membutuhkan pendekatan pembelajaran yang
berbeda, lebih interaktif, dan menarik. Guru dari berbagai usia dan daerah kini
harus beradaptasi. Guru senior seperti ibu Dewi harus keluar dari zona nyaman,
sementara guru muda menjadi pelopor inovasi. Yang paling berat adalah guru di
daerah terpencil yang harus berinovasi dengan keterbatasan sinyal internet dan
perangkat seadanya. Sejak 2020 sampai sekarang, perubahan yang seharusnya butuh
10 tahun terjadi dalam 2-3 tahun.
Kini di
tahun 2025, saatnya kita mengevaluasi apa-apa saja yang telah berhasil dan perlu
diperbaiki. Hari Guru menjadi momentum yang tepat untuk mengapresiasi
perjuangan guru sebagai penggerak perubahan ini. Sekolah-sekolah di kota besar
memiliki teknologi canggih, tetapi sekolah-sekolah di desa masih kesulitan
mendapatkan akses internet. Namun, satu hal yang pasti adalah teknologi tidak
akan dapat menggantikan guru. Guru menjadi semakin penting karena mengajarkan
siswa menggunakan teknologi dengan bijak, berpikir kritis, dan tetap manusiawi
di era digital. Semua pihak harus mendukung transformasi ini termasuk juga pemerintah
harus memberikan infrastruktur dan pelatihan, sekolah memberikan ruang untuk
berinovasi, dan masyarakat harus menghargai pekerjaan guru. Yang terpenting,
guru harus percaya bahwa mereka bukan korban teknologi, tetapi penggerak
inovasi yang akan membentuk masa depan pendidikan Indonesia. Keberhasilan
transformasi digital pendidikan Indonesia tidak ditentukan oleh canggihnya
teknologi, melainkan oleh kemampuan dan keberanian guru untuk berinovasi dan
beradaptasi dengan perubahan.
Guru sebagai
penggerak inovasi dapat dimulai dengan mengubah peran pendidik menjadi
fasilitator yaitu guru yang membantu siswa dengan menyediakan berbagai
kebutuhan dan dukungan dalam proses belajar. Sebagai fasilitator, guru lebih
banyak berinteraksi dan berdiskusi dengan peserta didik selama kegiatan belajar
mengajar. Saat menjelaskan kompetensi dasar dari suatu materi, guru tidak hanya
menyampaikan pengetahuan, tetapi lebih fokus memberikan dorongan agar siswa
yang sudah memahami materi tersebut dapat menjelaskan kembali dan dapat juga
dengan menciptakan ruang diskusi di mana para siswa bebas berpendapat dan
bertanya.
Bisa juga
dengan metode pembelajaran interaktif yaitu proses
pembelajaran interaksi baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa atau
antara siswa dengan lingkungannya. Metode ini ada berbagai jenis, mulai dari (Project-Based Learning) pembelajaran
yang menekankan pada proses pembuatan proyek yang relevan dengan kehidupan
nyata sebagai sarana untuk memahami konsep dan mengembangkan keterampilan.
Dalam metode ini, siswa belajar melalui pengalaman langsung dengan cara
merencanakan, melaksanakan, dan mempresentasikan hasil proyek. Guru berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator yang membantu siswa menemukan solusi dari
permasalahan nyata yang mereka hadapi. (Problem-Based Learning) pembelajaran
berbasis masalah adalah metode pembelajaran yang menggunakan masalah nyata
sebagai titik awal untuk membantu siswa belajar berpikir kritis dan memecahkan
masalah. (Flipped Classroom) Siswa belajar materi mulai di rumah lalu ketika di
kelas untuk diskusi dan praktik, biasanya melalui video, bacaan, atau media
digital yang diberikan guru. Saat di kelas, waktu digunakan untuk berdiskusi,
mengerjakan tugas, atau memecahkan masalah bersama. Dengan cara ini, siswa
lebih aktif dan memahami materi secara mendalam karena sudah memiliki bekal
sebelumnya. (Pembelajaran kolaboratif) ini biasanya diwujudkan dengan kerja
kelompok siswa dengan pembagian peran jelas.
Bisa juga dengan
adanya perkembangan teknologi, guru dapat memanfaatkan teknologi secara kreatif
untuk dijadikan bahan pembelajarannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan aplikasi edukatif untuk membuat kuis interaktif yang
tidak hanya menguji pemahaman siswa, tetapi juga menciptakan suasana kompetitif
yang sehat dan menyenangkan sehingga siswa lebih antusias dan terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga dapat membuat konten digital
yang menarik dan variatif seperti video pembelajaran yang dilengkapi animasi,
podcast edukatif yang bisa didengarkan kapan saja, atau infografis berwarna
yang memvisualisasikan konsep-konsep rumit menjadi lebih sederhana dan mudah
dipahami oleh siswa dengan berbagai gaya belajar. Media sosial yang selama ini
dianggap sebagai distraksi justru dapat dimanfaatkan secara positif sebagai
ruang diskusi dan berbagi materi pembelajaran di luar jam sekolah, di mana guru
dapat membuat grup kelas, mengunggah materi tambahan, menjawab pertanyaan siswa
secara real-time, sehingga proses belajar tidak terbatas pada ruang kelas dan
waktu formal saja. Bahkan, guru dapat mengintegrasikan game edukasi atau
gamifikasi dalam pembelajaran untuk menciptakan pengalaman belajar yang
menyenangkan, menantang, sekaligus tetap efektif dalam menyampaikan materi,
karena melalui permainan siswa dapat belajar sambil bermain, memecahkan
masalah, dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis tanpa merasa terbebani.
Dengan berbagai inovasi teknologi ini, guru tidak hanya mengajar tetapi juga
menciptakan ekosistem belajar yang dinamis, menarik, dan relevan dengan
karakteristik siswa generasi digital yang membutuhkan stimulasi visual dan
interaktif dalam setiap proses pembelajaran mereka.
Transformasi
digital pendidikan di Indonesia membuktikan bahwa tidak hanya teknologi itu
sendiri yang penting untuk keberhasilan pendidikan, tetapi seorang guru adalah
kunci dalam transformasi digital pendidikan Indonesia. Kisah Ibu Dewi dan
jutaan guru lainnya menunjukkan bahwa keberanian untuk mengubah dan berinovasi
jauh lebih penting daripada kecanggihan perangkat. Guru telah menjadi penggerak
utama transformasi pendidikan di tengah berbagai keterbatasan infrastruktur dan
kesenjangan digital melalui peran mereka sebagai fasilitator, desainer
pembelajaran interaktif, dan pencipta teknologi. Guru Indonesia akan terus
membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan manusiawi dengan dukungan dari
pemerintah, sekolah, dan masyarakat, serta keyakinan bahwa mereka adalah
arsitek masa depan bukan korban teknologi. Pada hari guru, kita menegaskan
bahwa peran guru tidak tergantikan di era digital, justru semakin penting
sebagai jembatan antara teknologi dan kemanusiaan.
0 Comments