“CYBER WISDOM DAN INTEGRITAS GURU: JALAN ETIS DALAM LANSKAP PENDIDIKAN MODERN”

Oleh: Irfa Ma’alina Li’illiyyina, M. Pd (NIM. 53325001)

Program Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pascasarjana Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

allinar55@gmail.com


 Revolusi digital telah mengubah wajah pendidikan secara fundamental. Sekolah kini bukan lagi sekedar bangunan fisik, tetapi juga ruang virtual yang terhubung oleh jaringan internet. Integrasi antara dunia nyata dan virtual menjadi lanskap yang kian terdigitalisasi. Hal ini turut berkontribusi pada perubahan pelaksanaan pendidikan, khususnya pada figur seorang guru yang menjadi penggerak dan kunci utama pendidikan. Guru bertransformasi menjadi pendidik digital yang trampil dalam mengelola ruang virtual. Fenomena ini memantik sebuah urgensi tentang konsep Cyber Wisdom dalam digitalisasi pendidikan. Cyber Wisdom didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan teknologi digital secara etis, kritis, dan bertanggung jawab, khususnya dalam konteks profesionalitas guru.

Adanya teknologi memungkinkan seorang guru untuk menjangkau siswa dengan metode belajar yang lebih personal dan menarik. Hal ini dikarenakan teknologi menyuguhkan segala bentuk efisiensi, aksesibilitas, dan inovasi pembelajaran tak terbatas. Namun, integrasi teknologi yang masif ini membawa serangkaian tantangan etika baru yang menguji integritas profesional guru. Integritas, yang merupakan landasan moral profesi, kini harus diterjemahkan ke dalam ranah digital, beberapa hal yang menjadi perhatian diantaranya mencakup perlindungan data pribadi siswa, penggunaan sumber daya digital yang berlisensi, hingga menjaga batasan profesional guru di media sosial.

Hari Guru Nasional (HGN) 2025 menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan kembali peran guru sebagai pembentuk karakter bangsa di era digital. Peringatan ini seharusnya tidak hanya menjadi perayaan seremonial setahun sekali yang hanya dimaknai secara simbolis dalam merayakan dedikasi tradisional guru semata, tetapi juga memberikan bentuk apresiasi yang mendorong adaptasi etis mereka terhadap tuntutan zaman. HGN 2025 harus menjadi titik tolak untuk menetapkan bahwa Cyber Wisdom adalah kompetensi etika yang wajib dimiliki oleh setiap guru di Indonesia untuk menciptakan kualitas dan keamanan ekosistem pendidikan.

Meskipun kesadaran akan urgensi ini meningkat, fakta empirik di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan. Data dari Microsoft (Digital Civility Index) di tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pengguna media sosial yang paling tidak sopan di Kawasan Asia Tenggara.[1] Guru merupakan  bagian dari maasyarakat Indonesia yang tidak lepas dari pernyataan ini. Berbagai kasus doxing (penyebaran informasi pribadi) siswa oleh oknum guru di media sosial, penyalahgunaan platform komunikasi untuk kepentingan pribadi yang tidak bersifat edukatif, hingga pelanggaran hak cipta digital dalam materi bahan ajar, menjadi indikasi nyata degradasi integritas guru di ruang siber. Banyak guru masih gamang dalam menentukan batasan etis penggunaan gawai dan media sosial, yang berdampak langsung pada kepercayaan publik dan kualitas role model yang mereka representasikan. Oleh karena itu, Cyber Wisdom dan Integritas Guru adalah dua pilar yang tak terpisahkan membentuk Jalan Etis yang harus dilalui oleh setiap guru untuk memastikan pendidikan modern tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga kokoh secara moral.

Makna Cyber Wisdom dalam Konteks Pendidikan

Cyber wisdom, atau kebijaksanaan dalam ranah digital, mencakup kemampuan individu untuk menggunakan teknologi secara bijak, bertanggung jawab, dan beretika. Menurut Venna, Seorang guru besar Pendidikan karaakter di University of Birmingham Inggris bernama Tom Harrison yang melakukan penelitian sejak tahun 2021 pada konsep cyber wisdom  berpendapat bahwa cyber wisdom  bisa diartikan sebagai melakukan suatu hal yang tepat di waktu yang tepat ketika bedara di dunia maya.[2] Konsep cyber wisdom menurut Harrison merupakan adopsi dari konsep Aristotelian yaitu phronesis yang dalam hal ini diartikan sebagai Kebajikan praktis. Ini bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan bagaimana seseorang dalam hal ini guru memahami dampak sosial, moral, dan psikologis dari penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Guru yang memiliki cyber wisdom akan trampil dalam memanfaatkan platform digital secara produktif dan beretika, memfilter informasi yang kredibel dengan melakukan kurasi terhadap informasi tersebut, serta memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam membentuk literasi digital yang sehat.

Penerapan cyber wisdom menuntut guru untuk lebih peka terhadap isu-isu seperti privasi digital siswa, etika berbagi informasi di ruang maya, hingga pengaruh konten daring terhadap perkembangan karakter peserta didik. Guru bukan sekedar menjadi fasilitator teknologi, tetapi juga penjaga dan pemelihara nilai-nilai moral di dunia digital yang sering kali bersifat bebas nilai.

Integritas Guru sebagai Pilar Etika Pendidikan

Integritas merupakan kualitas yang melekat pada pribadi seorang pendidik sebagai cermin dari kejujuran, konsistensi, dan tanggung jawab terhadap profesinya. Dalam konteks modern, di mana akses terhadap informasi sangat luas dan berbagai tantangaan untuk melanggar etika semakin besar, seperti plagiarisme digital atau manipulasi data akademik, membuat integritas guru menjadi benteng terakhir yang menjaga kemurnian proses pendidikan.

Guru yang berintegritas tidak hanya akan mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada siswa, tetapi juga akan memberikan keteladanan dengan sikap dan perilaku sehari-hari baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Guru menunjukan sikap yang  konsisten antara kata dan tindakan, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk dalam penggunaan teknologi pembelajaran.

Tantangan dan Jalan Etis di Era Digital

Lanskap pendidikan modern membawa serta berbagai tantangan. Yaitu mulai dari disinformasi, hoax, cyber bullying, kecanduan gawai, hingga komersialisasi pendidikan. Di tengah situasi ini, guru tidak bisa hanya mengandalkan regulasi atau kebijakan Pendidikan yang diatur dan dikeluarkan oleh pemerintah saja. Namun, diperlukan kesadaran etis yang lahir dari dalam diri yang berakar pada integritas dan cyber wisdom. Sebagai contoh, Penggunaan media sosial sebagai alat pembelajaran, guru perlu menjaga profesionalisme dan batasan komunikasi dengan siswa. Jangan sampai sikap egalitarian atau kesetaraan yang menjadi landasan kedekatan dan kebersamaan untuk mencairkan pembelajaran menjadi hal yang justru membuat siswa tidak memiliki batasan dalam beretika. Sehingga guru kehilangan Marwah dan kewibawaaannya dalam mentransformasikan nilai-nilai pengetahuan dan etika. Kemudian dalam penyusunan materi digital, guru dituntut melalukan kurasi untuk memastikan keaslian dan keakuratan konten. Dalam penilaian berbasis daring, guru perlu bersikap adil dan menghindari bias algoritmik atau penilaian yang hanya mengandalkan sistem otomatis.

Selain dalam konteks pendidikan, integritas perlu diwujudkan oleh guru sebagai individu yang menggunakan platform digital sebagai media komunikasi pribadinya. Profesi sebagai seorang guru memiliki tanggung jawab yang luas dalam hal keteladanan yang tidak terbatas pada ruang dan waktu. keseharian guru mencerminkan bagaimana sebuah ilmu teraktualisasi dalam bentuk nilai-nilai yang bisa dilihat melalui sikap dan perilaku. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran bersama bagi seorang pendidik untuk menciptakan ekosistem digital yang berkarakter dan berintegrasi pada kesadaran belajar. Agar persepsi pendidik dan peserta didik tentang kewajiban belajar dan menata moral tidak hanya terbatas pada ruang sekolah, tetapi merupakan aktivitas berkelanjutan sepanjang hayat sebagai seorang manusia yang berakal budi dan berpengetahuan.

Cyber wisdom dan integritas guru adalah dua komponen krusial yang saling melengkapi dalam mewujudkan pendidikan yang tidak hanya adaptif terhadap perkembangan zaman, tetapi juga tetap berpijak pada nilai-nilai etika. Kecanggihan teknologi tidak serta-merta menjamin kualitas pendidikan, jika tidak dibarengi dengan tanggung jawab moral yang kuat dari para pendidik. Di tengah segala tantangan dan peluang digital, jalan etis adalah pilihan yang menuntut komitmen dan refleksi diri yang mendalam. Guru yang mampu menyeimbangkan kompetensi teknologi dengan kebijaksanaan dan integritas, akan menjadi pilar penting dalam mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara moral.



[1] Makassar. Najla, dkk, Building Digital Civility of Indonesian Net Citizens From a Digital Cittizenship Perspective. Digital Theory, Culture, & Society, Vol.2, Issue 2, Dec 2024. Hlm. 80.

[2] Venna Puspita Sari, Cyber-Wisdom Education Untuk Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pancasila, Portal Universitas Balikpapan: https://uniba-bpn.ac.id/Cyber-Wisdom-Education-Untuk-Mengaktualisasikan-Nilai-Nilai-Pancasila. (dilihat pada Selasa, 22 Oktober 2025)                                            

Referensi:

Makassar. Najla, dkk, Building Digital Civility of Indonesian Net Citizens From a Digital Cittizenship Perspective. Digital Theory, Culture, & Society, Vol.2, Issue 2, Dec 2024.

Venna Puspita Sari, Cyber-Wisdom Education Untuk Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pancasila, Portal Universitas Balikpapan: https://uniba-bpn.ac.id/Cyber-Wisdom-Education-Untuk-Mengaktualisasikan-Nilai-Nilai-Pancasila.

 

Post a Comment

0 Comments