Oleh:
Irfa Ma’alina Li’illiyyina, M. Pd (NIM. 53325001)
Program
Doktor Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pascasarjana
Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Revolusi digital
telah mengubah wajah pendidikan secara fundamental. Sekolah kini bukan lagi sekedar
bangunan fisik, tetapi juga ruang virtual yang terhubung oleh jaringan
internet. Integrasi antara dunia nyata dan virtual menjadi lanskap yang kian
terdigitalisasi. Hal ini turut berkontribusi pada perubahan pelaksanaan
pendidikan, khususnya pada figur seorang guru yang menjadi penggerak dan kunci
utama pendidikan. Guru bertransformasi menjadi pendidik digital yang trampil
dalam mengelola ruang virtual. Fenomena ini memantik sebuah urgensi tentang
konsep Cyber Wisdom dalam
digitalisasi pendidikan. Cyber Wisdom
didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan teknologi digital
secara etis, kritis, dan bertanggung jawab, khususnya dalam konteks
profesionalitas guru.
Adanya teknologi memungkinkan seorang guru untuk menjangkau
siswa dengan metode belajar yang lebih personal dan menarik. Hal ini
dikarenakan teknologi menyuguhkan segala bentuk efisiensi, aksesibilitas, dan
inovasi pembelajaran tak terbatas. Namun, integrasi teknologi yang masif ini
membawa serangkaian tantangan etika baru yang menguji integritas profesional
guru. Integritas, yang merupakan landasan moral profesi, kini harus
diterjemahkan ke dalam ranah digital, beberapa hal yang menjadi perhatian
diantaranya mencakup perlindungan data pribadi siswa, penggunaan sumber daya
digital yang berlisensi, hingga menjaga batasan profesional guru di media
sosial.
Hari Guru Nasional (HGN) 2025 menjadi momentum yang tepat
untuk merefleksikan kembali peran guru sebagai pembentuk karakter bangsa di era
digital. Peringatan ini seharusnya tidak hanya menjadi perayaan seremonial
setahun sekali yang hanya dimaknai secara simbolis dalam merayakan dedikasi
tradisional guru semata, tetapi juga memberikan bentuk apresiasi yang mendorong
adaptasi etis mereka terhadap tuntutan zaman. HGN 2025 harus menjadi titik
tolak untuk menetapkan bahwa Cyber Wisdom
adalah kompetensi etika yang wajib dimiliki oleh setiap guru di Indonesia untuk
menciptakan kualitas dan keamanan ekosistem pendidikan.
Meskipun kesadaran akan urgensi ini meningkat, fakta empirik
di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan yang signifikan. Data dari Microsoft
(Digital Civility Index) di tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan pengguna media sosial yang paling tidak sopan di Kawasan Asia
Tenggara.[1]
Guru merupakan bagian dari maasyarakat
Indonesia yang tidak lepas dari pernyataan ini. Berbagai kasus doxing (penyebaran informasi pribadi)
siswa oleh oknum guru di media sosial, penyalahgunaan platform komunikasi untuk kepentingan pribadi yang tidak bersifat edukatif,
hingga pelanggaran hak cipta digital dalam materi bahan ajar, menjadi indikasi
nyata degradasi integritas guru di ruang siber. Banyak guru masih gamang dalam menentukan batasan etis
penggunaan gawai dan media sosial, yang berdampak langsung pada kepercayaan
publik dan kualitas role model yang
mereka representasikan. Oleh karena itu, Cyber
Wisdom dan Integritas Guru adalah dua pilar yang tak terpisahkan membentuk
Jalan Etis yang harus dilalui oleh setiap guru untuk memastikan pendidikan
modern tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga kokoh secara moral.
Makna Cyber Wisdom dalam Konteks Pendidikan
Cyber wisdom, atau kebijaksanaan dalam ranah
digital, mencakup kemampuan individu untuk menggunakan teknologi secara bijak,
bertanggung jawab, dan beretika. Menurut Venna, Seorang guru besar Pendidikan
karaakter di University of Birmingham Inggris bernama Tom Harrison yang
melakukan penelitian sejak tahun 2021 pada konsep cyber wisdom berpendapat bahwa cyber wisdom bisa diartikan sebagai melakukan suatu hal
yang tepat di waktu yang tepat ketika bedara di dunia maya.[2]
Konsep cyber wisdom menurut Harrison merupakan adopsi dari konsep
Aristotelian yaitu phronesis yang dalam hal ini diartikan sebagai
Kebajikan praktis. Ini bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan
bagaimana seseorang dalam hal ini guru memahami dampak sosial, moral, dan
psikologis dari penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Guru yang
memiliki cyber wisdom akan trampil
dalam memanfaatkan platform digital secara produktif dan beretika, memfilter
informasi yang kredibel dengan melakukan kurasi terhadap informasi tersebut,
serta memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam membentuk literasi
digital yang sehat.
Penerapan
cyber wisdom menuntut guru untuk
lebih peka terhadap isu-isu seperti privasi digital siswa, etika berbagi
informasi di ruang maya, hingga pengaruh konten daring terhadap perkembangan
karakter peserta didik. Guru bukan sekedar menjadi fasilitator teknologi,
tetapi juga penjaga dan pemelihara nilai-nilai moral di dunia digital yang
sering kali bersifat bebas nilai.
Integritas
Guru sebagai Pilar Etika Pendidikan
Integritas
merupakan kualitas yang melekat pada pribadi seorang pendidik sebagai cermin
dari kejujuran, konsistensi, dan tanggung jawab terhadap profesinya. Dalam
konteks modern, di mana akses terhadap informasi sangat luas dan berbagai tantangaan
untuk melanggar etika semakin besar, seperti plagiarisme digital atau
manipulasi data akademik, membuat integritas guru menjadi benteng terakhir yang
menjaga kemurnian proses pendidikan.
Guru
yang berintegritas tidak hanya akan mengajarkan nilai-nilai kejujuran kepada
siswa, tetapi juga akan memberikan keteladanan dengan sikap dan perilaku
sehari-hari baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Guru menunjukan sikap
yang konsisten antara kata dan tindakan,
serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dalam setiap
pengambilan keputusan, termasuk dalam penggunaan teknologi pembelajaran.
Tantangan
dan Jalan Etis di Era Digital
Lanskap
pendidikan modern membawa serta berbagai tantangan. Yaitu mulai dari
disinformasi, hoax, cyber bullying,
kecanduan gawai, hingga komersialisasi pendidikan. Di tengah situasi ini, guru
tidak bisa hanya mengandalkan regulasi atau kebijakan Pendidikan yang diatur
dan dikeluarkan oleh pemerintah saja. Namun, diperlukan kesadaran etis yang
lahir dari dalam diri yang berakar pada integritas dan cyber wisdom. Sebagai contoh, Penggunaan media sosial sebagai alat
pembelajaran, guru perlu menjaga profesionalisme dan batasan komunikasi dengan
siswa. Jangan sampai sikap egalitarian atau kesetaraan yang menjadi landasan
kedekatan dan kebersamaan untuk mencairkan pembelajaran menjadi hal yang justru
membuat siswa tidak memiliki batasan dalam beretika. Sehingga guru kehilangan
Marwah dan kewibawaaannya dalam mentransformasikan nilai-nilai pengetahuan dan
etika. Kemudian dalam penyusunan materi digital, guru dituntut melalukan kurasi
untuk memastikan keaslian dan keakuratan konten. Dalam penilaian berbasis
daring, guru perlu bersikap adil dan menghindari bias algoritmik atau penilaian
yang hanya mengandalkan sistem otomatis.
Selain dalam konteks pendidikan, integritas perlu diwujudkan
oleh guru sebagai individu yang menggunakan platform digital sebagai media
komunikasi pribadinya. Profesi sebagai seorang guru memiliki tanggung jawab
yang luas dalam hal keteladanan yang tidak terbatas pada ruang dan waktu.
keseharian guru mencerminkan bagaimana sebuah ilmu teraktualisasi dalam bentuk
nilai-nilai yang bisa dilihat melalui sikap dan perilaku. Oleh karena itu,
perlu adanya kesadaran bersama bagi seorang pendidik untuk menciptakan ekosistem
digital yang berkarakter dan berintegrasi pada kesadaran belajar. Agar persepsi
pendidik dan peserta didik tentang kewajiban belajar dan menata moral tidak
hanya terbatas pada ruang sekolah, tetapi merupakan aktivitas berkelanjutan
sepanjang hayat sebagai seorang manusia yang berakal budi dan berpengetahuan.
Cyber wisdom dan integritas guru adalah dua
komponen krusial yang saling melengkapi dalam mewujudkan pendidikan yang tidak
hanya adaptif terhadap perkembangan zaman, tetapi juga tetap berpijak pada
nilai-nilai etika. Kecanggihan teknologi tidak serta-merta menjamin kualitas
pendidikan, jika tidak dibarengi dengan tanggung jawab moral yang kuat dari
para pendidik. Di tengah segala tantangan dan peluang digital, jalan etis
adalah pilihan yang menuntut komitmen dan refleksi diri yang mendalam. Guru
yang mampu menyeimbangkan kompetensi teknologi dengan kebijaksanaan dan
integritas, akan menjadi pilar penting dalam mencetak generasi yang bukan hanya
cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara moral.
[1] Makassar. Najla, dkk, Building Digital Civility of Indonesian Net Citizens From a Digital Cittizenship Perspective. Digital Theory, Culture, & Society, Vol.2, Issue 2, Dec 2024. Hlm. 80.
[2] Venna Puspita Sari, Cyber-Wisdom Education Untuk Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pancasila, Portal Universitas Balikpapan: https://uniba-bpn.ac.id/Cyber-Wisdom-Education-Untuk-Mengaktualisasikan-Nilai-Nilai-Pancasila. (dilihat pada Selasa, 22 Oktober 2025)
Referensi:
.png)
0 Comments