GURU HEBAT, PENJAGA MARTABAT BANGSA DI ERA DIGITAL “PENDIDIKAN BERBASIS NILAI UNTUK MENJAGA MARTABAT BANGSA”

Oleh: Lailatul Zulfa (50324002/MPGMI A)

Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, di Indonesia pada setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Hal ini dilakukan bukanlah tanpa alasan melainkan sebagai salah satu bentuk penghargaan atas jasanya yang telah membentuk karakter generasi penerus bangsa. Pada tahun 2025, peringatan ini semakin bermakna karena berlangsung di tengah transformasi besar dunia pendidikan akibat kemajuan teknologi digital. Tema “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di Era Digital” bukan sekadar slogan, melainkan ajakan untuk meneguhkan kembali peran guru sebagai penjaga nilai dan martabat bangsa di tengah derasnya arus modernisasi teknologi yang mencerminkan semangat untuk menyeimbangkan antara kecanggihan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi ruh pendidikan nasional.

Era digital membawa banyak peluang bagi dunia pendidikan. Akses terhadap informasi menjadi lebih mudah, sumber belajar semakin beragam, dan proses pembelajaran dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Namun, di balik kemudahan tersebut, muncul tantangan baru yang tidak ringan. Fenomena penyalahgunaan teknologi, menurunnya etika belajar, serta lunturnya rasa hormat terhadap guru menjadi tantangan serius. Banyak peserta didik yang terbiasa menyalin pekerjaan dari internet, menggunakan kecerdasan buatan (AI) tanpa memahami konsep dasar, bahkan mengabaikan nilai kejujuran dalam proses belajar. Situasi ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tidak selalu diiringi dengan kematangan moral. Di sinilah peran guru menjadi sangat penting, bukan hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi juga sebagai penanam nilai adab dan moralitas di ruang belajar.

Menurut pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas, pendidikan sejati bukan sekadar transfer of knowledge, melainkan inculcation of adab, yaitu proses menanamkan kesadaran tentang posisi diri, pengetahuan, dan nilai dalam tatanan kehidupan yang beradab. Pandangan ini sangat relevan dengan kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Guru hebat di era digital bukan hanya yang mampu menggunakan teknologi pembelajaran dengan baik, tetapi yang mampu menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, kejujuran, tanggung jawab, dan rasa hormat dalam proses belajar. Teknologi hanyalah alat; tanpa nilai, pembelajaran akan kehilangan makna. Maka, tugas mulia guru di abad ini adalah menjadi penjaga nilai di tengah perubahan zaman yang begitu cepat.

Pendidikan berbasis nilai menjadi pilar utama untuk menjaga martabat bangsa. Martabat suatu bangsa tidak hanya diukur dari kemajuan teknologinya, tetapi juga dari sejauh mana pendidikan mampu membentuk manusia yang beradab. Guru memegang peranan penting dalam memastikan nilai-nilai luhur bangsa seperti kejujuran, gotong royong, nasionalisme, dan toleransi tetap hidup di setiap proses pembelajaran. Dalam dunia digital yang bebas dan tanpa batas, guru harus menjadi filter nilai yang menuntun peserta didik untuk berpikir kritis dan bertindak etis. Misalnya, ketika siswa dihadapkan pada banjir informasi di internet, guru perlu mengajarkan bagaimana menyeleksi sumber yang benar dan menghindari berita bohong. Dengan demikian, pembelajaran tidak hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual, tetapi juga kecerdasan moral dan sosial.

Inovasi dalam pembelajaran digital tentu diperlukan agar pendidikan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Namun, inovasi tersebut harus berakar pada nilai-nilai luhur bangsa. Guru yang kreatif dapat memanfaatkan teknologi untuk menumbuhkan karakter siswa, bukan sekadar meningkatkan keterampilan kognitif. Contohnya, melalui metode project-based learning, guru bisa mengajak siswa membuat konten edukatif yang mengangkat nilai-nilai Pancasila, kearifan lokal, atau kisah inspiratif tokoh nasional. Kegiatan ini bukan hanya melatih kemampuan digital, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas bangsa. Inovasi yang berpijak pada nilai inilah yang menjadikan pendidikan digital tidak kehilangan arah dan maknanya.

Menjadi guru hebat di era digital juga berarti menjadi pembelajar sepanjang hayat. Guru dituntut untuk terus beradaptasi, menguasai teknologi baru, dan berinovasi dalam metode pengajaran. Program seperti Guru Penggerak dan Merdeka Belajar yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merupakan langkah strategis untuk memperkuat kapasitas guru dalam menghadapi perubahan zaman. Namun, inovasi dan kebebasan belajar harus tetap berpijak pada nilai-nilai dasar pendidikan: kemanusiaan, religiusitas, dan kebangsaan. Tanpa fondasi nilai, pendidikan bisa kehilangan arah dan justru menghasilkan generasi yang cerdas tetapi tidak bermoral. Oleh karena itu, guru perlu menjadi contoh hidup tentang bagaimana ilmu dan nilai dapat berjalan seiring.

Guru yang menjadi contoh hidup bukan hanya mengajarkan teori di kelas, tetapi juga menghadirkan nilai-nilai itu dalam perilaku sehari-hari. Misalnya, guru yang mengajarkan tentang kejujuran tidak cukup hanya menjelaskan konsep moralnya, tetapi juga menampilkan kejujuran dalam tindakan datang tepat waktu, menilai secara adil, dan mengakui kesalahan jika keliru. Guru yang mengajarkan tentang tanggung jawab pun harus memperlihatkan konsistensi dalam menjalankan tugasnya, sehingga peserta didik tidak hanya memahami makna tanggung jawab, tetapi juga merasakannya dalam keteladanan nyata. Ketika guru menyeimbangkan antara penguasaan ilmu dan penerapan nilai, maka pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa tidak hanya menjadi pandai berpikir, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang berintegritas dan berempati.

Lebih dari itu, guru yang menjadi teladan nilai adalah sosok yang mampu menghadirkan kebijaksanaan dalam dunia yang kian rasional dan kompetitif. Ia menyadari bahwa ilmu tanpa nilai dapat melahirkan kecerdasan yang kering dari rasa kemanusiaan. Oleh karena itu, setiap langkah dan keputusan yang diambil guru baik dalam mengelola kelas, menggunakan teknologi, maupun berinteraksi dengan siswa harus mencerminkan keseimbangan antara logika dan etika. Misalnya, ketika menggunakan teknologi digital dalam pembelajaran, guru dapat menunjukkan cara menghargai hak cipta, menggunakan sumber informasi yang valid, dan bersikap santun di dunia maya. Melalui keteladanan semacam ini, guru tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing siswa agar memahami bahwa ilmu dan nilai bukan dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi yang saling melengkapi dalam membentuk manusia beradab.

Guru juga memiliki peran penting sebagai teladan di tengah masyarakat. Teknologi mungkin bisa menggantikan sebagian fungsi guru dalam mentransfer informasi, tetapi tidak akan pernah mampu menggantikan sentuhan kemanusiaan seorang pendidik. Nilai-nilai seperti kasih sayang, kesabaran, empati, dan keteladanan tidak bisa diajarkan oleh mesin. Di sinilah letak kehebatan sejati seorang guru. Mereka tidak hanya mengajarkan rumus atau teori, tetapi juga menumbuhkan semangat, menanamkan disiplin, dan membentuk kepribadian. Kisah-kisah inspiratif dari para guru di pelosok negeri yang mengajar dengan keterbatasan fasilitas, berjalan berkilometer setiap hari, atau menggunakan bahan seadanya menunjukkan bahwa kehebatan seorang guru tidak diukur dari alat yang digunakan, tetapi dari hati yang melayani.

Refleksi ini membawa kita pada pemahaman bahwa martabat bangsa akan tetap terjaga selama guru-gurunya memegang teguh nilai dan semangat pengabdian. Di tengah era digital yang penuh tantangan, guru tidak boleh merasa tersisih oleh teknologi. Justru dengan teknologi, guru bisa memperluas pengaruh positifnya, menjangkau lebih banyak siswa, dan memperkuat budaya belajar sepanjang hayat. Namun, di atas semua itu, guru harus tetap menjadi penjaga nilai, agar kemajuan ilmu tidak melahirkan kehampaan moral. Guru hebat adalah mereka yang mampu menjadi jembatan antara kemajuan dan kebijaksanaan, antara inovasi dan adab.

Dengan demikian, Hari Guru Nasional 2025 bukan sekadar momen perayaan, tetapi juga ajakan untuk merenungkan kembali hakikat pendidikan. Pendidikan sejati adalah proses memanusiakan manusia, dan guru adalah aktor utama dalam proses itu. Di era digital, guru hebat bukan hanya mereka yang menguasai teknologi, tetapi mereka yang mampu menanamkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah arus perubahan yang cepat. Guru hebat menjaga martabat bangsa dengan cara membentuk generasi muda yang berilmu, beradab, dan berkarakter.

Akhirnya, di tengah dunia yang serba cepat dan serba digital ini, marilah kita menundukkan kepala sejenak untuk menghormati para guru yang telah menuntun kita mengenal makna hidup. Mereka adalah pelita yang tak pernah padam, yang menerangi jalan menuju masa depan bangsa. Dengan guru hebat yang berpegang pada nilai-nilai luhur, Indonesia akan tetap berdiri tegak sebagai bangsa yang bermartabat di era digital. Sebab, teknologi mungkin mampu mencerdaskan pikiran, tetapi hanya guru yang mampu menyentuh dan memuliakan hati manusia.

Post a Comment

0 Comments