Guru sebagai Motor Penggerak Moderasi Beragama di Era Digital

 

Uyuni Aryaningtyas (20624042)

Etika Profesi Keguruan B

Pendahuluan

Hari Guru Nasional 2025 menjadi momentum penting untuk merenungkan kembali peran guru dalam membentuk karakter dan moral generasi muda. Di era digital saat ini, perkembangan teknologi informasi membawa tantangan baru dalam pendidikan karakter, termasuk moderasi beragama. Media sosial yang kini menjadi bagian integral kehidupan remaja dan peserta didik, menyediakan akses informasi dan komunikasi yang sangat luas. Platform seperti Instagram, TikTok, YouTube, dan WhatsApp memungkinkan siswa mengekspresikan diri dan belajar secara interaktif. Namun, tidak dapat dipungkiri, media sosial juga menghadirkan risiko radikalisme digital, intoleransi, penyebaran hoaks, dan konten provokatif yang dapat memecah belah.

Moderasi beragama adalah kemampuan untuk memahami, menghargai, dan menghormati perbedaan keyakinan, sambil tetap mempertahankan identitas keagamaan sendiri (Awaliah et al., 2024). Kemampuan ini menjadi sangat penting di era digital, di mana arus informasi sangat cepat dan belum tentu semua informasi memiliki dasar yang benar. Guru memegang posisi strategis sebagai motor penggerak moderasi beragama, karena mereka tidak hanya mengajarkan teori, tetapi membimbing siswa untuk menerapkan nilai toleransi, berpikir kritis, dan bersikap bijak di dunia digital. Relevansi topik ini dengan Hari Guru Nasional 2025 menegaskan bahwa guru bukan sekadar pengajar, tetapi agen perubahan moral dan karakter yang mampu membimbing siswa menjadi generasi moderat, bijak, dan berpikiran terbuka.

Isi

Guru memiliki peran krusial dalam menumbuhkan literasi digital berbasis moderasi beragama. Literasi digital bukan sekadar kemampuan menggunakan teknologi, tetapi kemampuan memahami, menyaring, dan menilai informasi dengan bijak (Cynthia & Sihotang, 2023). Guru yang melek digital dapat membekali siswa dengan kemampuan berpikir kritis terhadap konten agama yang mereka temui di media sosial. Misalnya, siswa diajarkan memverifikasi sumber informasi, menimbang fakta, dan memahami konteks sebelum membagikan konten. Dengan demikian, guru menanamkan kesadaran bahwa moderasi beragama bukan hanya teori, tetapi praktik nyata dalam kehidupan digital sehari-hari.

Selain literasi digital, teladan guru menjadi faktor penting. Perilaku guru di ruang digital, cara menyikapi berita, berinteraksi dengan orang lain, dan menyampaikan pendapat—akan menjadi contoh bagi siswa. Keteladanan guru membantu siswa memahami bahwa moderasi beragama bukan sekadar kata-kata, tetapi tindakan nyata yang konsisten. Guru yang menunjukkan sikap menghormati perbedaan, menyaring konten provokatif, dan membangun dialog yang sehat menanamkan nilai toleransi dan saling menghargai pada siswa. Dengan demikian, guru menjadi pembimbing moral yang membimbing siswa tidak hanya di kelas, tetapi juga di dunia digital yang semakin kompleks.

Guru juga dapat memanfaatkan media digital sebagai sarana edukatif untuk menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Misalnya, guru dapat membuat forum diskusi online tentang perbedaan budaya dan keyakinan, memfasilitasi proyek kreatif yang menekankan harmoni antarumat beragama, atau memanfaatkan platform pembelajaran digital untuk menampilkan konten edukatif yang menekankan nilai toleransi. Media digital tidak lagi dilihat sebagai ancaman, tetapi menjadi alat yang memperkuat pemahaman moderasi beragama secara kontekstual dan relevan dengan dunia siswa.

Strategi bimbingan dan pengawasan juga menjadi bagian penting peran guru. Guru dapat menghadirkan diskusi kelas mengenai isu sosial-keagamaan yang sedang hangat, mengajarkan siswa untuk berdialog secara santun dan argumentatif, serta memberikan perhatian khusus kepada siswa yang terpapar konten intoleran. Pendekatan yang komunikatif dan empatik memudahkan siswa untuk terbuka dan menyerap pembelajaran tentang moderasi beragama. Hal ini menunjukkan bahwa guru bukan hanya pengajar teori, tetapi pembimbing karakter yang aktif mengarahkan siswa agar mampu menghadapi tantangan digital dengan bijak dan moderat.

Kerja sama antara guru, orang tua, dan sekolah juga penting. Guru dapat berkomunikasi dengan orang tua untuk memberikan arahan tentang penggunaan media sosial dan sikap toleran di kehidupan sehari-hari. Sekolah dapat mendukung guru melalui program literasi digital, seminar moderasi beragama, dan kegiatan kreatif yang menekankan nilai kebangsaan dan toleransi. Sinergi ini memastikan bahwa pendidikan moderasi beragama tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi juga diperkuat di lingkungan keluarga, sehingga siswa memperoleh arahan yang konsisten.

Tantangan yang dihadapi guru tidak ringan. Banyak guru menghadapi keterbatasan pemahaman teknologi, kurangnya pelatihan literasi digital, atau tekanan kurikulum yang padat. Namun, pengembangan kompetensi guru melalui pelatihan, seminar, dan komunitas belajar sangat penting agar guru mampu menjalankan peran sebagai motor penggerak moderasi beragama. Dukungan pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat menjadi faktor kunci agar guru dapat bekerja secara efektif dan berkelanjutan.

Penutup

Guru memiliki peran strategis sebagai motor penggerak moderasi beragama di era digital. Dengan literasi digital yang baik, keteladanan etika, strategi pembimbingan yang tepat, serta kolaborasi dengan orang tua dan sekolah, guru mampu menumbuhkan generasi muda yang toleran, bijak, dan kritis dalam menanggapi informasi. Pemanfaatan media digital secara edukatif memungkinkan guru mengubah potensi risiko menjadi peluang pembelajaran yang positif dan inspiratif.

Di momen Hari Guru Nasional 2025, refleksi ini mengingatkan kita bahwa guru bukan sekadar pengajar mata pelajaran, tetapi agen perubahan moral dan sosial. Guru diharapkan terus menjadi teladan, kreatif dalam metode pembelajaran, dan konsisten membimbing siswa agar mampu menghadapi arus informasi digital dengan kesadaran penuh, tanggung jawab, dan sikap moderat.

Pesan inspiratif bagi guru: tetaplah menjadi motor penggerak nilai toleransi, moderasi, dan kebijaksanaan di era digital. Generasi yang kuat, bijak, dan berkarakter lahir dari bimbingan guru yang visioner, berdedikasi, dan peduli terhadap tantangan zaman. Hari Guru Nasional 2025 menjadi momen reflektif sekaligus motivasi untuk terus memperkuat peran guru dalam mencetak generasi masa depan yang harmonis, toleran, dan mampu beradaptasi dengan dunia digital yang kompleks.

Daftar Pustaka

Awaliah, N., Shanie, A., Suryahadi, W., Zahra, R. F., Rohman, F., Zulfa, A. A., & Putri, S. A. E. (2024). Tantangan dan peran moderasi beragama dalam membangun harmoni sosial dalam lingkungan pondok pesantren. JURNAL HARMONI NUSA BANGSA2(1), 99-109.

Cynthia, R. E., & Sihotang, H. (2023). Melangkah bersama di era digital: pentingnya literasi digital untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Jurnal Pendidikan Tambusai7(3), 31712-31723.

Post a Comment

0 Comments