Izza Aulia Azahra (20624037)
Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat, termasuk para pelajar. Akses yang mudah terhadap
informasi membuat siswa memiliki peluang besar untuk belajar secara mandiri,
tetapi sekaligus membuka ruang bagi munculnya berbagai dampak negatif. Fenomena
informasi palsu, cyberbullying, kecanduan media sosial, hingga degradasi moral
menjadi tantangan serius yang dihadapi dunia pendidikan. Dalam konteks ini,
guru memegang peran penting sebagai tokoh teladan sekaligus agen perubahan yang
mampu membimbing siswa agar dapat menggunakan media sosial secara bijak.
Relevansi peran guru ini semakin nyata ketika dikaitkan dengan peringatan Hari
Guru Nasional 2025, yang mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di
Era Digital.”
Guru bukan hanya penyampai ilmu, melainkan juga penjaga nilai dan pembentuk
karakter. Di tengah derasnya arus informasi, siswa memerlukan figur yang dapat
menunjukkan mana yang benar, mana yang keliru, serta bagaimana bersikap secara
etis di ruang digital. Pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, melainkan
juga pembentukan kepribadian. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa peran guru
sangat penting dalam mencegah dampak negatif media sosial.
Pertama, guru dapat menjadi teladan literasi digital. Seorang guru yang mampu
memanfaatkan teknologi secara bijak akan memberi contoh nyata bagi siswa untuk
tidak terjebak dalam penyalahgunaan media sosial. Misalnya, guru dapat
mengajarkan cara mengecek kebenaran berita sebelum membagikannya atau
mencontohkan etika komunikasi di platform digital. Keteladanan ini lebih
efektif dibanding sekadar larangan tanpa pembimbingan.
Kedua, guru dapat berperan sebagai pendamping psikologis. Sering kali siswa
terpapar cyberbullying atau tekanan sosial dari media digital yang membuat
mereka kehilangan kepercayaan diri. Kehadiran guru yang peduli dan mau
mendengarkan akan memberikan ruang aman bagi siswa. Guru juga dapat
mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam materi ajar, sehingga siswa
memiliki kemampuan untuk tetap berpegang pada nilai, prinsip, dan etika
meskipun menghadap tekanan dari luar, termasuk dari konten negatif di media
sosial.
Ketiga, guru dapat berperan sebagai inovator pembelajaran. Media sosial tidak
selalu berdampak buruk jika digunakan dengan benar. Guru dapat memanfaatkannya
sebagai sarana kolaborasi, diskusi, atau berbagi konten edukatif. Dengan
pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar bagaimana menghindari sisi buruk
media sosial, tetapi juga bagaimana memanfaatkannya untuk pengembangan diri dan
pembelajaran.
Dalam perjalanan pribadi saya, saya pernah merasakan betapa besar pengaruh
seorang guru dalam membentuk cara berpikir dan bertindak. Saat duduk di bangku
kelas VI SD, saya memiliki seorang guru yang sangat menginspirasi. Ia mengajar
dengan penuh kesabaran, menjelaskan setiap materi dengan jelas, serta
menggunakan contoh-contoh nyata yang mudah dipahami. Dari caranya mengajar,
saya tidak hanya memahami pelajaran dengan lebih baik, tetapi juga melihat
bagaimana sosok guru mampu menjadi teladan yang membimbing dengan hati.
Pengalaman ini menumbuhkan keinginan dalam diri saya untuk kelak menjadi
seorang guru. Pengalaman pribadi ini juga memperkuat keyakinan saya bahwa guru
bukan hanya pendidik akademik, tetapi juga inspirator yang dapat menuntun siswa
menghadapi tantangan, termasuk tantangan besar media sosial.
Saya semakin menyadari bahwa peran guru
tidak berhenti di ruang kelas saja. Di tengah perkembangan teknologi dan arus
media sosial yang begitu cepat, guru menjadi sosok yang menjaga arah moral dan
nilai-nilai kemanusiaan di hati para siswa. Guru hadir bukan hanya untuk
mengajarkan pelajaran, tetapi juga untuk menanamkan kebijaksanaan dalam
menyikapi dunia digital yang penuh tantangan. Setiap nasihat dan teladan yang
diberikan guru dapat menjadi cahaya bagi siswa untuk membedakan mana yang benar
dan mana yang menyesatkan. Dengan demikian, kehadiran guru bukan sekadar
pendidik akademis, melainkan pembentuk karakter yang mengajarkan arti tanggung
jawab, empati, dan kebaikan di era media sosial ini.
Tokoh muda seperti Habib Alwi Assegaf juga menegaskan pentingnya penggunaan
media sosial dengan bijak. Ia pernah menyampaikan, “Media sosial itu ibarat
pisau bermata dua. Bisa jadi ladang kebaikan kalau dipakai untuk dakwah,
berbagi ilmu, atau inspirasi. Tapi bisa juga jadi jalan keburukan kalau salah
gunakan.” Pesan ini sejalan dengan peran guru, yakni mengarahkan siswa agar
menggunakan media sosial untuk hal-hal positif dan bermanfaat.
Hal senada juga diungkapkan Presiden Joko
Widodo yang mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terjebak berita bohong di
media sosial. Menurutnya, "Setiap pembaca media sosial, harus mampu jadi
redaksi bagi dirinya sendiri, harus mampu menyaring berita mana yang baik,
berita mana yang tidak baik, harus cek dan ricek, mana benar atau mana berita
hoaks yang bohong." Kutipan ini menunjukkan urgensi peran guru dalam
membimbing siswa agar mampu memilah informasi dengan cerdas di tengah banjir
konten digital.
Sementara itu, Najwa Shihab dalam sebuah
diskusi panel di UGM menegaskan sulitnya membedakan fakta dengan hoaks di media
sosial. Ia mengatakan, "Sekarang sulit untuk bisa membedakan mana
informasi sampah dan fakta. Informasi sampah dikemas mirip fakta yang sulit
untuk dibedakan. Baunya mirip semua, sudah disemprotin pewangi." Pandangan
Najwa memperkuat argumen bahwa guru perlu hadir untuk memberikan panduan kritis
kepada siswa agar tidak terjebak dalam informasi palsu.
Peran guru dalam mencegah dampak negatif media sosial sangatlah strategis. Guru
tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai teladan,
pendamping, dan inovator. Di tengah arus globalisasi dan derasnya pengaruh
teknologi digital, kehadiran guru yang hebat akan memastikan siswa mampu tumbuh
dengan karakter kuat dan pemahaman kritis. Pengalaman pribadi saya bersama guru
di bangku sekolah dasar membuktikan bahwa inspirasi seorang guru dapat
meninggalkan jejak mendalam dalam kehidupan muridnya. Oleh karena itu,
peringatan Hari Guru Nasional 2025 hendaknya menjadi momentum untuk meneguhkan
kembali peran guru sebagai benteng moral dan teladan literasi digital bagi
generasi muda. Dengan demikian, cita-cita “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di
Era Digital” dapat benar-benar terwujud.
Daftar Pustaka
Adiyono, Irvan, & Rusanti. (2022).
Peran Guru dalam Mengatasi Perilaku Bullying. Al-Madrasah: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6(3), 649-656.
https://kumparan.com/kumparannews/jokowi-ingatkan-hati-hati-pakai-medsos-saring-berita-yang-benar-dan-hoaks-23UCXQfJ1vt
https://masjidkampus.ugm.ac.id/2023/04/16/diskusi-panel-najwa-shihab-ungkap-keresahannya-pada-media-sosial-indonesia/
Assegaf, A. (2025). Kutipan tentang media
sosial sebagai pisau bermata dua. Dikutip dari media sosial.
0 Comments