Peran Guru yang Mulai Diabaikan, Namun Ketulusannya Tak Pernah Padam

Nur Mufrodah_20624029 (Etika Profesi Keguruan – B)

            Kemajuan teknologi dan perubahan cara belajar siswa telah mengubah banyak hal dalam hubungan antara guru dan peserta didik. Distraksi digital, menurunnya motivasi belajar, serta melemahnya kedisiplinan membuat peran guru sering kali tidak dihargai sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat di kelas-kelas pada saat ini, guru berusaha mengajar dengan sungguh-sungguh, tetapi partisipasi siswa tidak selalu sebanding. Dari pengalaman penulis, situasi kelas yang kurang responsif tidak menghalangi guru untuk tetap menjalankan tugasnya dengan konsisten. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketulusan guru tidak ditentukan oleh kondisi kelas, tetapi muncul dari komitmen etis dan profesional yang mereka pegang.

            Fenomena ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana mungkin ketulusan guru tetap bertahan, sedangkan tantangan yang mereka hadapi justru semakin kompleks?. Banyak penelitian menegaskan bahwa guru tetap menjadi pilar penting dalam pendidikan dan penjaga nilai moral di sekolah, bahkan ketika lingkungan belajar tidak mendukung. Hal tersebut semakin mempertegas peranan guru sebagai pemegang kendali dalam membentuk karakter siswa (Putri dkk., 2024). Inilah sebabnya pembahasan mengenai keteladanan guru tetap relevan, karena berkaitan langsung dengan keberlanjutan pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik yang lebih baik.

            Menurunnya apresiasi terhadap guru tidak bisa dilepaskan dari perubahan sosial dan budaya digital yang berkembang cepat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi siswa menurun akibat paparan teknologi yang berlebihan, perubahan pola komunikasi, dan melemahnya rasa hormat dalam interaksi belajar (Situmorang, 2023). Dalam kondisi seperti ini, guru dihadapkan pada dilema, mereka dituntut untuk tetap profesional meskipun suasana kelas sering kali tidak kondusif. Tidak jarang semangat guru di depan kelas tidak mendapat perhatian yang sepadan dari siswa. Namun, ketika guru tetap menjalankan tugasnya dengan konsisten, terlihat bahwa ketulusan itu masih tetap ada, meskipun penghargaan terhadap profesi mereka mulai berkurang.

            Ketekunan guru yang tidak bergantung pada respons siswa menunjukkan bahwa motivasi seorang pendidik tidak bersumber dari pujian atau pengakuan, melainkan dari etika profesinya. Etika tersebut tampak dalam sikap konsisten, integritas, serta rasa tanggung jawab yang terus dijaga, walaupun dihadapkan pada hambatan moral siswa (Tuturop & Sihotang, 2023). Dalam praktik sehari-hari di sekolah, kita banyak menemui guru yang tetap mengajar dengan semangat dan menjaga suasana kelas meskipun kondisinya tidak ideal. Teladan semacam ini menunjukkan bahwa guru bukan hanya pengajar, tetapi juga penjaga nilai yang berperan membentuk karakter peserta didik.

            Dampak ketulusan guru tidak selalu langsung terlihat, tetapi dapat dirasakan melalui perubahan sikap peserta didik yang mulai memahami makna keteguhan tersebut. Banyak studi menunjukkan bahwa teladan lebih efektif daripada sekadar instruksi verbal dalam membentuk karakter siswa (Putri dkk., 2024). Guru yang tetap profesional di tengah kondisi yang tidak mendukung mengajarkan siswa bahwa pendidikan tidak hanya berisi materi pelajaran, tetapi juga nilai seperti kesabaran, komitmen, dan keteguhan. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa sering kali dari kelas yang kurang ideal, justru muncul kesadaran mendalam tentang pentingnya ketulusan seorang guru. Nilai itulah yang menjadi sumber motivasi bagi siswa yang mampu menangkapnya.

            Melihat kondisi tersebut, sekolah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan sistem pendukung yang mampu menjaga nilai keteladanan guru. Penguatan pendidikan karakter, penegakan etika digital, serta mekanisme kolaborasi antar guru perlu diperkuat. Budaya sekolah yang sehat harus dibangun dengan menempatkan guru sebagai pihak yang dihormati (Bhoki dkk., 2025). Model seperti Professional Learning Community atau PLC juga dapat menjadi wadah bagi guru untuk saling mendukung dan berbagi strategi ketika menghadapi tantangan moral peserta didik (Harjaya & Idawati, 2022). Upaya ini merupakan langkah penting untuk mengembalikan penghargaan terhadap peran guru secara lebih proporsional.

            Dari seluruh pembahasan tersebut, terlihat bahwa menurunnya apresiasi siswa terhadap guru tidak dapat dipisahkan dari perubahan sosial yang lebih luas. Distraksi digital, melemahnya moral siswa, dan ketidakseimbangan interaksi membuat tantangan kerja guru semakin berat. Namun, ketulusan dan profesionalisme guru tetap menjadi kekuatan utama yang menjaga jalannya pendidikan. Nilai-nilai tersebut mampu memberikan pengaruh jangka panjang bagi siswa yang melihat dan memahami teladan tersebut. Pengalaman penulis menunjukkan bahwa keteguhan guru dapat menjadi motivasi personal, bahkan di tengah suasana kelas yang tidak ideal.

            Untuk menjaga keberlanjutan peran guru sebagai figur moral, sekolah perlu memperkuat pendidikan karakter, menerapkan etika interaksi yang jelas, dan terus mendorong kolaborasi antar guru. Sementara itu, siswa perlu dibantu untuk memahami kembali pentingnya menghormati guru, baik melalui kegiatan pembinaan karakter maupun refleksi diri. Jika kolaborasi antara guru, sekolah, dan peserta didik terbangun dengan baik, keteladanan guru tidak hanya dihormati secara formal, tetapi juga menjadi pengalaman nyata yang membentuk karakter generasi muda.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bhoki, H., Are, T., & Ola, M. I. D. (2025). Membentuk karakter siswa melalui budaya positif sekolah. CV. Ruang Tentor.

 

Harjaya, S., & Idawati, L. (2022). Professional Learning Community (PLC) sebagai Strategi Kepemimpinan dalam Membentuk Budaya Kolaborasi Sekolah di TK Eksperimental Mangunan Yogyakarta.  JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan5(8), 3179-3193. https://doi.org/10.54371/jiip.v5i8.821

 

Putri, W., Kurniawan, M. A., & Nuraini, N. (2024). Peran guru dalam membentuk karakter siswa: (Studi kasus di MI Al-Khoeriyah Bogor). Metta: Jurnal Ilmu Multidisiplin4(4), 1-14. https://doi.org/10.37329/metta.v4i4.3617

 

Situmorang, D. Y. (2023). Penggunaan Media Sosial Sebagai Alat Bantu Pembelajaran Dan Pengaruhnya Terhadap Interaksi Siswa.  Jurnal Teknologi Pendidikan2(2), 110-119. https://doi.org/10.56854/tp.v2i2.226

 

Tuturop, A., & Sihotang, H. (2023). Analisis perkembangan karakter dan peningkatan mutu pembelajaran siswa melalui pendidikan etika moral. Innovative: Journal Of Social Science Research3(6), 9613-9629.  Diperoleh dari http://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/6819

Post a Comment

0 Comments