Alaika
Akmal Zidan
50224001
Program
Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam-A
PENDAHULUAN
Digitalisasi pendidikan telah menjadi
salah satu pendorong utama transformasi sistem pembelajaran modern. Integrasi
teknologi mulai dari platform pembelajaran daring, sistem manajemen
pembelajaran, hingga kecerdasan buatan, telah memperluas akses, meningkatkan
fleksibilitas, serta membuka peluang personalisasi proses belajar pada siswa. Namun,
perkembangan ini tidak terlepas dari berbagai implikasi etis, terutama terkait
privasi data peserta didik, ketergantungan terhadap perangkat digital, dan
ketimpangan akses antarwilayah maupun antar kelompok sosial di Indoenesia.
Isu-isu tersebut menuntut kajian mendalam agar digitalisasi tidak hanya
mengedepankan efisiensi, tetapi juga menjaga prinsip keadilan, keamanan, dan
keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Relevansi tema ini semakin kuat
dalam konteks peringatan Hari Guru Nasional 2025, yang menjadi momentum
reflektif bagi pendidik dan pemangku kebijakan untuk menilai kembali peran guru
di tengah percepatan teknologi. Guru tidak lagi sekadar penyampai informasi,
melainkan menjadi pengarah moral, kurator pengetahuan, dan penjaga integritas
etis dalam ekosistem digital. Digitalisasi pendidikan hanya akan efektif
apabila dibarengi dengan literasi digital dan etika teknologi yang memadai di
lingkungan sekolah (Putri
et al., 2025; Sholichah et al., 2023). Dengan demikian,
pembahasan mengenai tantangan etika dalam digitalisasi pendidikan menjadi dinamika
akademik sekaligus komitmen profesional untuk memperkuat kualitas pembelajaran
di era modern.
ISI
Digitalisasi
Pendidikan
Digitalisasi pendidikan di Indonesia
merupakan proses transformasi sistem pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi
digital sebagai sarana utama dalam penyampaian materi, evaluasi, serta
interaksi antara guru dan peserta didik. Perkembangan pesat platform
pembelajaran daring seperti Learning Management System (LMS), aplikasi video
konferensi seperti Zoom dan Google Meet, hingga media berbasis kecerdasan
buatan telah membuka peluang peningkatan akses pendidikan secara lebih luas,
terutama pasca-pandemi COVID-19 yang menjadi akselerator penggunaan teknologi
di sekolah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa digitalisasi mampu
meningkatkan fleksibilitas belajar, memperkaya sumber bahan ajar, serta
mendukung personalisasi pembelajaran sesuai kemampuan dan kecepatan
masing-masing siswa (Lisna Syahfitri et al., 2025; Wardoyo et al., 2025).
Namun, pemanfaatan teknologi digital dalam
pendidikan tidak hanya membawa manfaat, tetapi juga menuntut kesiapan
infrastruktur, SDM, dan kebijakan yang memadai. Ketimpangan akses internet
antarwilayah, rendahnya kompetensi literasi digital sebagian guru, serta
keterbatasan perangkat yang dimiliki siswa menjadi hambatan signifikan dalam
pemerataan kualitas pembelajaran berbasis digital. Kapasitas guru dalam
mengintegrasikan teknologi masih bervariasi dan memengaruhi efektivitas
pembelajaran. Di sisi lain, sekolah dan pemerintah perlu meningkatkan kemampuan
manajemen sistem digital agar penggunaan perangkat teknologi tidak sekadar
bersifat teknis, tetapi juga berorientasi pada peningkatan kualitas pedagogi (Rosyidah et al., 2025).
Digitalisasi
pendidikan juga mendorong perubahan paradigma peran guru dari sekadar penyampai
informasi menjadi fasilitator, mentor, dan kurator konten digital. Perubahan
ini menuntut guru untuk mengembangkan kompetensi baru dalam mengelola kelas,
menilai kredibilitas sumber belajar daring, dan memastikan bahwa penggunaan
teknologi tetap berbasis pada nilai-nilai pedagogis dan etis. Transformasi
peran ini sejalan dengan visi pendidikan abad ke-21 yang menekankan
kreativitas, kolaborasi, berpikir kritis, serta pemanfaatan teknologi secara
bertanggung jawab. Dengan demikian, digitalisasi bukan hanya pergeseran
instrumen pembelajaran, tetapi sebuah perubahan struktural yang membutuhkan
pendekatan sistemik, kebijakan adaptif, dan penguatan kapasitas seluruh pemangku
kepentingan pendidikan.
Tantangan
Atas Digitalisasi Pendidikan
Digitalisasi pendidikan yang semakin
meluas membawa dampak transformasional terhadap proses pembelajaran, namun pada
saat yang sama memunculkan tantangan etis yang tidak dapat diabaikan. Salah
satu persoalan utama adalah meningkatnya paparan peserta didik terhadap konten
negatif di ruang digital. Ketika proses belajar banyak bergantung pada internet
dan media sosial sebagai sumber informasi, siswa berpotensi berhadapan dengan
materi yang tidak sesuai usia, seperti kekerasan, pornografi, ujaran kebencian,
maupun disinformasi. Paparan konten tidak terfilter dapat mengganggu
perkembangan moral dan menghambat pembentukan karakter, karena siswa belum
sepenuhnya memiliki kemampuan untuk memilah dan memverifikasi informasi secara
kritis. Kondisi ini menuntut pendekatan etis dalam pendidikan digital yang
menempatkan literasi digital sebagai kompetensi dasar (Febriani et al., 2025).
Selain itu, digitalisasi juga memperluas
fenomena cyberbullying sebagai bentuk baru kekerasan di kalangan peserta didik.
Berbeda dengan perundungan tradisional, cyberbullying dapat berlangsung tanpa
batas ruang dan waktu, menjangkau siswa hingga ke ruang privat mereka.
Perundungan digital memiliki dampak psikologis yang lebih mendalam karena
sifatnya yang anonim, repetitif, dan sering kali sulit dihentikan. Dalam
konteks etika pendidikan, hal ini menunjukkan bahwa transformasi digital tidak
hanya memerlukan inovasi teknologi, tetapi juga mekanisme perlindungan
psikososial yang kuat agar ruang digital tidak berubah menjadi tempat yang
membahayakan peserta didik (Riska Farwati et al., 2023).
Tantangan lainnya adalah meningkatnya
ketergantungan terhadap perangkat digital, terutama ketika pembelajaran
dilakukan secara intensif melalui platform daring. Ketergantungan ini dapat
memengaruhi kemampuan konsentrasi, menurunkan kualitas interaksi sosial, dan
mengganggu kesehatan mental siswa. Penggunaan gawai yang berlebihan sering kali
menyebabkan distraksi yang signifikan dalam proses pembelajaran, sehingga
peserta didik cenderung kehilangan fokus dan mengalami penurunan motivasi
belajar. Dari perspektif etika, hal ini mencerminkan kebutuhan untuk merancang
penggunaan teknologi yang proporsional dan berorientasi pada kesejahteraan
peserta didik, bukan sekadar efisiensi pembelajaran (Sutoyo et al., 2024).
Melalui berbagai persoalan tersebut dapat
dipahami bahwa digitalisasi pendidikan tidak hanya persoalan integrasi
teknologi, tetapi juga penguatan landasan etika yang menjamin keselamatan
psikologis, keamanan data, dan kesejahteraan psikologis peserta didik. Dengan
demikian, tantangan etis harus menjadi perhatian utama agar transformasi
digital benar-benar berfungsi memanusiakan proses pendidikan.
PENUTUP
Digitalisasi pendidikan membawa peluang
besar bagi peningkatan akses, kualitas, dan fleksibilitas pembelajaran, namun
juga memunculkan tantangan etis yang menuntut perhatian serius. Paparan konten
negatif, meningkatnya kasus cyberbullying, ketergantungan terhadap perangkat
digital, serta risiko pelanggaran privasi menunjukkan bahwa transformasi
teknologi tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab moral. Karena itu,
keberhasilan digitalisasi tidak hanya bergantung pada kesiapan infrastruktur
dan kecanggihan perangkat, tetapi juga pada literasi digital, perlindungan
data, serta komitmen semua pihak dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman
dan beretika.
Momentum Hari Guru Nasional 2025 menjadi
pengingat penting bahwa guru tetap memegang peran strategis sebagai penjaga
nilai, pengarah moral, sekaligus penguat karakter peserta didik di tengah
pesatnya perkembangan teknologi. Dengan memperkuat kapasitas etis, pedagogis,
dan digital pendidik, proses digitalisasi dapat berjalan seimbang antara
inovasi dan kemanusiaan. Semoga pendidik Indonesia terus menjadi inspirasi yang
tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menuntun generasi muda untuk bijak,
berintegritas, dan siap menghadapi dinamika dunia digital secara bertanggung
jawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Febriani,
D. R., Indriyani, I., Fauziyah, A. S., Divania, A. S., & Maulidah, N.
(2025). Peran Literasi Digital dalam Pembentukan Etika Sosial di Dunia Maya
Pada Siswa SD. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 10(1), 858–865.
https://doi.org/10.29303/jipp.v10i1.2962
Lisna Syahfitri, Cut Kumala Sari, &
Tarisa Sri Ramadhani. (2025). Transformasi Pembelajaran di Masa Pandemi: Dari
Tatap Muka ke Dunia Maya. Jurnal Nakula : Pusat Ilmu Pendidikan, Bahasa Dan
Ilmu Sosial, 3(4), 27–35. https://doi.org/10.61132/nakula.v3i4.1869
Putri, A. K., Rahmawati, D. E., &
Zainudin, A. (2025). Digital Citizenship In The 21st Century: Strengthening
Digital Ethics. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 11(1),
92–109.
Riska Farwati, Wulan Yuliyanti, &
Wahyu Puji Rahayu Ningsih. (2023). Ujaran Kebencian Dan Perundungan di Dunia
Maya: Tantangan Etika dalam Ruang Digital Indonesia. JISPENDIORA Jurnal Ilmu
Sosial Pendidikan Dan Humaniora, 2(3), 213–225.
https://doi.org/10.56910/jispendiora.v2i3.1001
Rosyidah, S., Achmad Supriyanto, &
Mustiningsih. (2025). Pengaruh Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran Terhadap
Kompetensi Pedagogi Digital Guru SMP. Kelola: Jurnal Manajemen Pendidikan,
12(1), 105–120. https://doi.org/10.24246/j.jk.2025.v12.i1.p105-120
Sholichah, A. S., Alam, M., Dendi, D.,
& Sastradiharja, E. J. (2023). Digitalization of Education and Its Impact
on Urban Society: A Study on Junior High School Teachers. AL-ISHLAH: Jurnal
Pendidikan, 15(3), 2895–2905.
Sutoyo, M. A. H., Riyadi, W., &
Arvita, Y. (2024). Sosialisasi Netiket Dan Literasi Digital Bagi Siswa/I Sma
Negeri 11 Kota Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat UNAMA, 3(1),
73–81.
Wardoyo, S., Fauziah, N., Septiani, M.,
Wiherdiansyah, F., & Akbar, Z. (2025). Transformasi Pendidikan Dari Kelas
Ke Layar Menggali Dampak Dan Peluang Pembelajaran Daring Selama Covid-19:
Systematic Literature Review. Informatics and Digital Expert (INDEX), 7(1),
31–34. https://doi.org/10.36423/index.v7i1.2085
0 Comments