ARTIFICIAL INTELLIGENCE DALAM PEMBELAJARAN: MEMPERKUAT PERAN GURU DI ERA DIGITAL

Nama   : Shofa Hidayat

NIM    : 20624014

Kelas   : Etika Profesi Keguruan-A


Pendahuluan

Kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan besar pada cara manusia belajar, bekerja, dan berinteraksi. Dalam bidang pendidikan, kehadiran Artificial Intelligence (AI) semakin terasa dengan berbagai platform digital seperti ChatGPT, Gemini, Blackbox.ai, dan aplikasi pembelajaran adaptif lainnya. AI memberikan kemudahan dalam mengakses sumber pembelajaran, menganalisis kemampuan peserta didik, serta menawarkan media ajar yang menarik dan interaktif. Namun, perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran akan peran guru di ruang kelas yang mungkin dapat tergantikan oleh AI. Sehingga dengan adanya AI menjadi peluang untuk memperkuat eksistensi dan martabat guru di era digital sekaligus ancaman bagi profesi guru.

Pada hakekatnya kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan peran guru sebagai pembimbing, teladan moral, serta pengarah perkembangan karakter peserta didik. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan adalah proses membimbing segala seluruh kemampuan kodrati yang ada dalam diri seorang anak untuk mencapai tingkat keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya. Pernyataan ini menunjukan bahwa fungsi utama pendidikan bukan hanya sekadar mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi membentuk manusia secara menyeluruh (humanisasi) melalui bimbingan nilai-nilai, moralitas, dan empati yang sangat berperan dalam pengembangan karakter dan kepribadian anak yang tidak dapat digantikan oleh algoritma. AI memang mampu menyajikan data secara cepat dan akurat, tetapi ia tidak dapat memahami perasaan, memotivasi peserta didik yang mengalami tekanan emosional, atau memberikan teladan moral yang hidup.

Isi

Kehadiran AI sejatinya membawa banyak manfaat nyata dalam dunia pendidikan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa AI berpotensi revolusioner dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran apabila digunakan secara bijak dan terkendali. (Garzón et al., 2025) menyatakan bahwa pemanfaatan AI dapat meningkatkan motivasi belajar melalui pembelajaran adaptif yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik, serta membantu guru dalam menyusun evaluasi pembelajaran secara lebih efektif. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh (Zebua, 2024) juga menegaskan bahwa pemanfaatan AI dalam pembelajaran memberikan dampak positif dalam meningkatkan kreativitas peserta didik dan efektivitas penyampaian materi.

AI dapat berfungsi sebagai co-teacher yang membantu menyediakan rencana pembelajaran, mengelola tugas administratif, dan umpan balik otomatis terhadap tugas peserta didik. (Ashshiddiqi et al., 2024) menyatakan bahwa pemanfaatan AI dapat mengurangi beban administrasi guru, seperti pekerjaan pembuatan modul ajar atau silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), atau deskripsi rapor proyek P5. Dengan berkurangnya beban administratif ini, AI justru memberikan kesempatan bagi guru untuk lebih fokus pada aspek humanis dan pedagogis yang merupakan inti dari proses pendidikan itu sendiri. Guru bisa mengalokasikan waktu lebih banyak untuk membimbing pembelajaran dan melakukan diskusi mendalam bersama peserta didik, yang secara langsung akan memperkuat kapasitas guru dalam memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas, adaptif, dan berpusat pada perkembangan holistik di era digital.

Meski demikian, penerapan AI dalam pembelajaran memiliki tantangan serius yang perlu dicermati. Tantangan tersebut tidak hanya bersifat teknis tetapi juga menyangkut etika, kesenjangan akses teknologi, dan kesiapan professional guru. (Nabila et al., 2025) melalui penelitian di SMAN 1 Ampel, menemukan bahwa guru di Indonesia masih menghadapi hambatan dalam menerapkan AI, terutama terkait keterbatasan literasi digital, keterbatasan fasilitas infrastruktur teknologi, serta kekhawatiran akan ketergantungan peserta didik pada teknologi. Guru menilai bahwa penggunaan AI memerlukan pelatihan berkelanjutan dan kontrol etika yang kuat untuk mencegah penyalahgunaan seperti plagiarisme otomatis, penurunan kemampuan berpikir kritis, dan melemahnya kemandirian belajar. Selain itu, kesenjangan digital antara sekolah di kota besar dan daerah terpencil menjadi tantangan makro yang harus ditangani oleh negara agar pemanfaatan AI tidak memperlebar jurang kesempatan dalam memperoleh pendidikan berkualitas, melanggar prinsip keadilan sosial dalam pendidikan.

Berdasarkan manfaat dan tantangan penerapan AI, peran guru justru semakin strategis dan tidak tergantikan. (Freire, 1970) mengingatkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, bukan menyerahkan manusia pada kuasa mekanisme atau teknologi yang bersifat depersonalisasi. Guru harus bertransformasi menjadi pemimpin pembelajaran yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menuntun peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis, reflektif, dan kreatif.

Di era pendidikan digital saat ini, guru dituntut untuk bertrasformasi dari pengajar menjadi fasilitator digital yang mengelola strategi, memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu, dan memastikan nilai kemanusiaan serta pengembangan karakter tetap menjadi pusat pendidikan. Tidak ada sistem AI yang dapat menggantikan keteladanan pribadi seorang guru yang memberi semangat kepada peserta didik yang hampir menyerah atau memberikan pelukan penuh empati kepada peserta didik yang terluka hatinya. Mesin tidak memiliki hati, sedangkan pendidikan adalah ruang untuk membuka hati dan karakter. Oleh karena itu, peran guru selalu tetap sentral dalam pendidikan yang tidak tergantikan meskipun teknologi terus berkembang. Guru berperan penting dalam membentuk karakter dan keterampilan anak agar siap menghadapi berbagai tantangan. Inilah sebabnya mengapa profesi guru tetap berharga dan tak tergantikan.

Penutup

Transformasi pendidikan membutuhkan sinergi yang harmonis, bukan dominasi teknologi semata. Oleh karena itu, guru harus terus beradaptasi, meningkatkan kompetensi digital, dan terbuka terhadap inovasi, tanpa kehilangan jati diri sebagai pendidik yang memanusiakan manusia. Mari kita tegaskan kembali bahwa teknologi harus menjadi alat yang memperkuat tujuan humanis pendidikan, bukan sebaliknya yang justru mengekang bahkan menggantikan peran guru dalam pendidikan.

Di Tengah gemuruh inovasi dan percepatan teknologi, kepada siapakah masa depan ini akan kembali bertumpu jika bukan pada guru? Ketika mesin hanya mampu menghitung dan mengelola data, kepada siapakah yang akan membimbing manusia untuk tetap manusia? Pada momentum Hari Guru Nasional 2025, kita diingatkan bahwa kemajuan tanpa kemanusiaan hanyalah kekosongan. Maka, mari kita jaga martabat guru, sebab hanya merekalah yang mampu menuntun generasi menuju peradaban yang bermakna.

Selamat Hari Guru Nasional

Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di Era Digital

 

Referensi

Ashshiddiqi, M. H., Mayesti, N., Irawati, I., & Rahmi. (2024). Pemanfaatan AI dalam Era Kurikulum Merdeka: Perspektif Siswa dan Guru Sekolah Menengah. Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 12(1), 267–278.

Freire, P. (1970). Pedagogy of the Oppressed. New York: Continuum.

Garzón, J., Patiño, E., & Marulanda, C. (2025). Systematic Review of Artificial Intelligence in Education: Trends, Benefits, and Challenges. Multimodal Technologies and Interaction, 9(84), 1–19.

Nabila, Setyawati, S. T., Wasitohadi, & Putra, I. J. J. Y. (2025). Analisis Kesiapan Guru dalam Penerapan Artificial Intelligence (AI) pada Mata Pelajaran Biologi di SMAN 1 Ampel. Jurnal Kurikula : Jurnal Pendidikan, 9(2), 84–94.

Zebua, N. (2024). Optimalisasi Potensi dan Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam Mendukung Pembelajaran di Era Society 5.0. Pentagon: Jurnal Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2(4), 185–195.

 

 

Post a Comment

0 Comments