Jasmin
Idaningrum 50224005
Program
Pascasarjana Magister Pendidikan Agama Islam
Pendahuluan
Peringatan
Hari Guru Nasional 2025 hadir di tengah transformasi pendidikan yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Artificial Intelligence (AI) kini bukan lagi wacana
futuristik, melainkan realitas yang merambah ruang kelas, mengubah cara guru
mengajar dan siswa belajar. Di balik layar laptop dan gawai, algoritma
pembelajaran adaptif, chatbot edukatif, hingga sistem penilaian otomatis mulai
menjadi "asisten" baru bagi para pendidik.
Namun,
di tengah euforia teknologi ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah AI akan
menggantikan peran guru? Atau justru membuka peluang bagi guru untuk menjadi
lebih hebat dan bermartabat? Dalam konteks "Guru Hebat, Indonesia
Bermartabat di Era Digital", kita perlu merefleksikan bagaimana AI dapat
menjadi mitra strategis guru dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas,
sekaligus mengidentifikasi tantangan yang harus diantisipasi agar teknologi ini
tidak justru memperdalam kesenjangan pendidikan di Indonesia.
Isi
AI
dalam Pembelajaran : Dari Mimpi Menjadi Kenyataan
Penggunaan
AI dalam pendidikan Indonesia mulai menunjukkan perkembangan signifikan.
Platform pembelajaran digital berbasis AI seperti Ruangguru, Zenius, dan
berbagai Learning Management System (LMS) telah mengintegrasikan fitur
personalisasi pembelajaran yang menyesuaikan konten dengan kecepatan dan gaya
belajar masing-masing siswa (Wardani, D.K., & Nugroho, S.E. 2021). AI mampu
menganalisis pola belajar siswa, mengidentifikasi kelemahan konsep, dan
memberikan rekomendasi materi tambahan secara otomatis.
Lebih
dari sekadar alat bantu administratif, AI membuka peluang guru untuk fokus pada
aspek pembelajaran yang lebih esensial. Ketika tugas-tugas repetitif seperti
penilaian pilihan ganda, absensi, atau pengelolaan data siswa dapat
diotomatisasi, guru memiliki lebih banyak waktu untuk mendesain pembelajaran
kreatif, melakukan pendampingan individual, dan membangun relasi emosional
dengan siswa (Suhartono, P., & Rahmawati, F. 2022). Inilah yang tidak bisa
digantikan mesin: sentuhan humanis, empati, dan kebijaksanaan dalam membimbing
karakter peserta didik.
AI
juga memungkinkan diferensiasi pembelajaran yang selama ini sulit dilakukan
dalam kelas dengan jumlah siswa besar. Seorang guru di kelas dengan 30-40 siswa
dapat memanfaatkan sistem AI untuk memberikan latihan soal dengan tingkat
kesulitan berbeda sesuai kemampuan masing-masing siswa. Siswa yang cepat
memahami dapat diberikan tantangan lebih, sementara yang membutuhkan
pengulangan mendapat drill tambahan tanpa merasa tertinggal atau terstigma.
Peluang
Transformatif : Guru Sebagai Kurator dan Fasilitator
Kehadiran
AI menggeser paradigma guru dari "sumber pengetahuan tunggal" menjadi
"kurator pembelajaran" dan "fasilitator pengalaman
belajar". Dalam era di mana informasi melimpah dan dapat diakses dengan
sekali sentuh, peran guru bukan lagi sekadar menyampaikan fakta, tetapi
mengajarkan siswa cara berpikir kritis, memilah informasi, dan membangun
pengetahuan bermakna.
AI
dapat menjadi co-teacher yang membantu guru mengidentifikasi miskonsepsi siswa
lebih cepat melalui analisis data pembelajaran (Wardani, D.K., & Nugroho,
S.E. 2021). Sistem AI dapat mendeteksi pola kesalahan yang berulang dan
mengingatkan guru untuk memberikan intervensi khusus. Misalnya, jika sebagian
besar siswa konsisten salah dalam konsep matematika tertentu, AI akan
memberikan alert kepada guru bahwa metode pengajaran perlu disesuaikan.
Aspek
lain yang menjanjikan adalah pemanfaatan AI untuk pembelajaran bahasa asing dan
literasi digital. Chatbot berbasis AI dapat menjadi partner percakapan bagi
siswa yang belajar bahasa Inggris, memberikan feedback instan tanpa rasa malu
atau takut salah yang sering menghambat praktik berbicara di kelas. AI juga
dapat membantu guru dalam mengembangkan konten pembelajaran multimedia yang
engaging, mulai dari video pembelajaran hingga simulasi interaktif.
Tantangan
Kompleks yang Harus Dijawab
Di
balik segala potensinya, implementasi AI dalam pembelajaran Indonesia
menghadapi tantangan multidimensi. Pertama, kesenjangan infrastruktur digital
yang masih lebar antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, antara Jawa dan luar
Jawa (Suhartono, P., & Rahmawati, F. 2022). Data menunjukkan masih banyak
sekolah yang bahkan belum memiliki akses internet stabil, apalagi perangkat
komputer yang memadai. Tanpa pemerataan akses, AI justru berpotensi memperdalam
ketimpangan kualitas pendidikan.
Kedua,
kesiapan kompetensi guru. Tidak semua guru memiliki literasi digital yang cukup
untuk memanfaatkan AI secara optimal (Hidayat, R., Wijaya, M., & Kusuma, A.
2023). Pelatihan guru dalam mengintegrasikan AI ke dalam pembelajaran masih
terbatas dan belum merata. Banyak guru yang masih merasa gagap teknologi atau
bahkan mengalami technophobia, merasa terancam dengan kehadiran AI. Diperlukan
program pelatihan masif dan berkelanjutan yang tidak hanya mengajarkan cara
mengoperasikan tools AI, tetapi juga mengubah mindset guru tentang teknologi
sebagai mitra, bukan ancaman (Anwar, K., & Setiyawan, B. 2024).
Ketiga,
aspek etika dan privasi data. Penggunaan AI dalam pendidikan melibatkan
pengumpulan data pembelajaran siswa dalam jumlah besar (Pratiwi, S.N., &
Nurjanah, L. 2024). Siapa yang mengontrol data ini? Bagaimana memastikan data
tidak disalahgunakan? Regulasi perlindungan data pribadi dalam konteks
pendidikan di Indonesia masih perlu diperkuat. Guru dan sekolah harus memahami
tanggung jawab etis dalam mengelola data siswa.
Keempat,
risiko over-dependence pada teknologi. Ada kekhawatiran bahwa ketergantungan
berlebihan pada AI dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan kreativitas
siswa. Jika siswa terlalu bergantung pada jawaban instan dari AI, mereka
mungkin kehilangan kesempatan untuk struggle produktif yang justru penting
dalam pembentukan pemahaman mendalam. Guru harus bijak dalam merancang
pembelajaran yang menggunakan AI sebagai scaffold, bukan shortcut.
Guru
Hebat : Humanisme di Tengah Disrupsi Teknologi.
Kehebatan
guru di era AI tidak diukur dari seberapa canggih teknologi yang dikuasainya,
tetapi dari kemampuannya mengintegrasikan teknologi dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Guru hebat adalah mereka yang mampu menggunakan AI untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran, namun tetap menjaga sentuhan personal
yang membuat siswa merasa dilihat, didengar, dan dihargai sebagai individu unik
(Hidayat, R., Wijaya, M., & Kusuma, A. 2023).
Guru
hebat memahami bahwa AI dapat mengajar konten, tetapi hanya guru yang bisa
menginspirasi. AI dapat memberikan feedback teknis, tetapi hanya guru yang bisa
memberikan motivasi dan harapan di saat siswa hampir menyerah. AI dapat
menganalisis data pembelajaran, tetapi hanya guru yang bisa membaca emosi di
balik angka-angka tersebut.
Dalam
konteks "Indonesia Bermartabat", guru yang memanfaatkan AI dengan
bijak berkontribusi pada peningkatan kualitas SDM bangsa. Ketika pembelajaran
menjadi lebih personal, efektif, dan engaging dengan bantuan AI, hasil belajar
siswa meningkat. Siswa Indonesia yang mendapat pendidikan berkualitas akan
tumbuh menjadi generasi yang kompetitif secara global namun tetap berakar pada
nilai-nilai lokal.
Penutup
AI
bukan pengganti guru, melainkan amplifier yang memperkuat kapasitas guru dalam
menciptakan pembelajaran bermakna. Tantangan kita bukan pada teknologinya,
tetapi pada bagaimana memastikan setiap guru Indonesia memiliki akses,
kompetensi, dan dukungan untuk memanfaatkan AI secara optimal dan etis.
Di
Hari Guru Nasional 2025 ini, mari kita komitmen untuk menjadikan guru sebagai
dirigen kecerdasan—mensinergikan kecerdasan artificial dengan kecerdasan
emosional, sosial, dan spiritual. Guru yang mampu memimpin harmoni berbagai
kecerdasan ini akan melahirkan siswa-siswa yang tidak hanya cerdas secara
kognitif, tetapi juga berkarakter, berempati, dan siap menghadapi kompleksitas
abad 21.
Indonesia
bermartabat dimulai dari ruang kelas yang dipimpin oleh guru-guru hebat yang
tidak takut pada perubahan, namun tetap memegang teguh misi mulia pendidikan:
memanusiakan manusia. AI adalah alat, guru adalah jiwa. Dan jiwa inilah yang
akan terus menerangi perjalanan pendidikan Indonesia menuju masa depan yang
lebih cerah.
Daftar
Pustaka
Wardani, D.K., & Nugroho, S.E. (2021).
Implementasi Kecerdasan Buatan dalam Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0.
Jurnal Teknologi Pendidikan Indonesia, 11(2), 156-172.
Suhartono, P., & Rahmawati, F. (2022).
Transformasi Digital Pendidikan Indonesia: Peluang dan Tantangan Artificial
Intelligence dalam Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Literasi Nusantara.
Hidayat, R., Wijaya, M., & Kusuma, A.
(2023). Persepsi Guru terhadap Penggunaan AI dalam Pembelajaran: Studi Kasus di
Sekolah Menengah Jakarta. Jurnal Inovasi Pendidikan, 8(1), 45-62.
Pratiwi, S.N., & Nurjanah, L. (2024).
Etika dan Privasi Data dalam Pemanfaatan Artificial Intelligence untuk
Pendidikan: Perspektif Guru dan Siswa. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya, 234-248.
Anwar, K., & Setiyawan, B. (2024). Literasi
Digital Guru di Era AI: Kompetensi yang Diperlukan untuk Pembelajaran Abad 21.
Yogyakarta: Penerbit Pendidikan Cerdas Indonesia.
0 Comments