Membangun Karakter Siswa Generasi Alpha di Era Disrupsi Teknologi: Tantangan dan Upaya Guru Sekolah Dasar

Risma Ayuning Asti (50224010)

Abstrak

Era disrupsi teknologi membawa dampak signifikan terhadap perilaku dan karakter anak usia sekolah dasar, khususnya Generasi Alpha yang tumbuh dalam lingkungan serbadigital. Penggunaan gadget yang berlebihan kerap menyebabkan berkurangnya kemampuan sosial, meningkatnya emosi negatif, serta melemahnya kemampuan konsentrasi. Tulisan ini membahas pengalaman empiris guru kelas satu dalam menghadapi permasalahan karakter siswa serta strategi sekolah berbasis Islam dalam meminimalisir dampak negatif gadget. Berbagai pendekatan dilakukan, seperti pembiasaan kebaikan, penggunaan media pembelajaran aktif, integrasi permainan tradisional, serta kerja sama yang konsisten antara guru dan orang tua. Kajian ini menunjukkan bahwa pembentukan karakter anak di era digital tidak dapat dilakukan oleh sekolah saja, melainkan membutuhkan sinergi seluruh pihak.

Pendahuluan

Era disrupsi ditandai dengan kemajuan teknologi yang cepat dan masif, memengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk perkembangan anak. Generasi Alpha, yakni anak-anak yang lahir antara tahun 2011 hingga 2025, merupakan generasi yang sejak awal kehidupannya telah akrab dengan perangkat digital seperti gawai dan internet (McCrindle, 2020). Kondisi ini membawa dampak positif, tetapi juga menghadirkan tantangan serius terhadap perkembangan karakter, emosi, dan sosial anak.

Guru sekolah dasar, terutama yang mengajar kelas awal, menghadapi tantangan besar dalam menanamkan karakter pada anak-anak yang telah terbiasa dengan dunia digital. Pengalaman menunjukkan bahwa transisi dari PAUD ke SD tidak selalu berjalan mudah, terlebih ketika siswa membawa kebiasaan digital dari rumah yang belum terarah. Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis, kolaboratif, dan berbasis nilai untuk membentuk karakter anak agar selaras dengan tujuan pendidikan nasional dan nilai-nilai Islam.

Pengaruh Gadget terhadap Perkembangan Karakter Anak

Gadget telah menjadi bagian dari keseharian anak-anak Generasi Alpha. Banyak orang tua memberikan gadget dengan alasan praktis, yaitu agar anak lebih mudah diam dan tidak mengganggu pekerjaan rumah. Selain itu, kebiasaan orang tua berinteraksi dengan gadget turut dicontoh oleh anak, sehingga interaksi tatap muka dan aktivitas fisik menjadi berkurang.

Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak usia dini terbukti berdampak serius terhadap perkembangan karakter. Studi menunjukkan bahwa penggunaan layar berlebihan berkorelasi dengan meningkatnya emosi negatif, kesulitan konsentrasi, dan perilaku impulsif (Sigman, 2017). Hal ini sejalan dengan pengalaman empiris di sekolah bahwa beberapa siswa menunjukkan emosi marah yang berlebihan, keinginan yang harus segera dipenuhi, serta kurangnya kemampuan berproses dalam menyelesaikan tugas.

Ketergantungan pada gadget juga menyebabkan menurunnya interaksi sosial, berkurangnya minat bermain di luar rumah, dan melemahnya kemampuan motorik. Jika tidak ditangani dengan serius, kondisi ini dapat memengaruhi perkembangan karakter dalam jangka panjang.

Peran Sekolah dalam Mengantisipasi Pengaruh Gadget

Sekolah berbasis Islam yang menerapkan sistem full day school, seperti SD Unggulan Nidaul Qur’an, memiliki peluang lebih besar dalam membentuk karakter siswa. Dengan waktu belajar yang lebih panjang, sekolah dapat memberikan aktivitas positif yang mengurangi waktu anak berinteraksi dengan gadget di rumah. Durasi belajar yang lebih lama memungkinkan internalisasi nilai, penguatan akhlak, dan pendampingan sosial-emosional secara intensif.

Namun demikian, sekolah tidak dapat bekerja sendiri. Orang tua cenderung menyerahkan sepenuhnya pembentukan karakter kepada guru, seolah-olah sekolah adalah “bengkel” yang memperbaiki semua masalah anak. Padahal, tanpa kerja sama yang konsisten antara guru dan orang tua, pembentukan karakter tidak akan berjalan optimal.

Strategi Pembentukan Karakter Siswa di Era Disrupsi

Berdasarkan pengalaman lapangan, beberapa strategi berikut terbukti efektif dalam meminimalisir dampak buruk gadget dan membentuk karakter siswa:

1. Nasihat Berulang dan Konsisten

Nasihat yang disampaikan secara berulang membantu membentuk kesadaran dan terbiasa tertanam dalam alam bawah sadar anak. Prinsip ini sesuai dengan teori pembiasaan dalam pendidikan karakter serta ajaran Islam tentang pentingnya tadzkirah atau pengingat berulang.

2. Pembiasaan Kebaikan Berbasis Nilai Islam

Pembiasaan merupakan fondasi utama pendidikan karakter. Di sekolah berbasis Islam, pembiasaan seperti salat dhuha, membaca doa harian, membaca Al-Qur’an, menggunakan bahasa santun (termasuk bahasa Jawa krama), serta etika berjalan di depan guru menjadi bagian strategis dalam membangun akhlak dan sopan santun anak sejak dini. Penelitian menunjukkan bahwa rutinitas positif dapat menginternalisasi nilai-nilai karakter lebih efektif dibanding metode ceramah (Lickona, 2013).

3. Penggunaan Media Pembelajaran Aktif dan Interaktif

Generasi Alpha membutuhkan metode belajar yang menarik, visual, dan dinamis. Penggunaan video motivasi, permainan edukatif, dan media interaktif membantu menumbuhkan atensi, mengurangi kejenuhan, dan menyalurkan energi positif anak.

Selain itu, pengenalan permainan tradisional menjadi strategi penting untuk meningkatkan kemampuan motorik, sosial, bahasa, dan emosional. Permainan tradisional juga mengandung nilai kerja sama dan kearifan lokal yang berperan dalam pembentukan karakter (Hidayat & Wulandari, 2019).

4. Kerja Sama Guru dan Orang Tua

Pertemuan rutin antara guru dan orang tua merupakan langkah penting dalam memonitor perkembangan anak. Komunikasi yang baik memungkinkan kedua belah pihak bekerja sama dalam menangani masalah emosional maupun perilaku. Kolaborasi ini merupakan fondasi keberhasilan pendidikan karakter, sesuai dengan prinsip school–home partnership.

Kesimpulan

Pembentukan karakter siswa Generasi Alpha merupakan tantangan besar di era disrupsi teknologi. Gadget memberikan dampak signifikan terhadap emosi, kebiasaan, dan interaksi sosial anak. Guru dan sekolah memiliki peran strategis dalam meminimalisir dampak tersebut melalui pembiasaan kebaikan, penggunaan media pembelajaran aktif, integrasi permainan tradisional, serta kerja sama yang erat dengan orang tua.

Namun, keberhasilan pendidikan karakter tidak dapat dibebankan pada sekolah saja. Diperlukan sinergi berkelanjutan antara guru, orang tua, dan lingkungan sekitar. Dengan pendekatan menyeluruh dan konsisten, anak-anak dapat tumbuh menjadi generasi yang berkarakter kuat, mandiri, berakhlak mulia, dan mampu menghadapi tantangan era digital.

Daftar Pustaka

Hidayat, A., & Wulandari, R. (2019). Permainan tradisional sebagai media pengembangan karakter anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 13(2), 112–120.

Lickona, T. (2013). Character matters: How to help our children develop good judgment, integrity, and other essential virtues. Touchstone.

McCrindle, M. (2020). Understanding Generation Alpha. McCrindle Research.

Sigman, A. (2017). Screen time and children’s mental health. Journal of Paediatrics and Child Health, 53(4), 345–348.

 

 

Post a Comment

0 Comments