Oleh: Wahyu Taufiqur Rohman
Mahasiswa S3 PAI UIN KH. Abdurrahman Wahid
Pekalongan
(NIM 53325009)
PENDAHULUAN
Dewasa ini,
banyak hal yang perlu diperhatikan dalam praktik pendidikan di Indonesia,
permasalahan ini berkembang bersama dengan dinamika isu yang ada. Dalam konteks
ini setidaknya kita sebagai pendidik harus bisa membedakan antara istilah
mendidik dan mengajar, mengajar berfokus hanya pada transfer of knowledge,
keterampilan, dan logical thingking. Sedangkan mendidik lebih dari itu,
mendidik berarti memperhatikan secara menyeluruh terkait karakter, sikap, moral
dan kepribadian bukan hanya berkaitan dengan aspek akademik saja. Pendidik secara
lebih luas diperankan oleh seluruh pihak yang berkepentingan untuk mengunduh
manisnya buah dari pendidikan itu sendiri. Misalnya, pendidik dalam hal ini
diperankan oleh, orang tua, guru, ustadz, dosen, kyai dan pihak lainnya. Pihak
inilah yang paling bertanggung jawab atas dinamika pendidikan yang ada di
tengah-tengah masyarakat kita di era disrupsi teknologi ini.
Disrupsi
teknologi adalah fenomena yang hadir akibat munculnya teknologi baru. Dalam hal
ini masyarakat Indonesia, setiap fenomena yang hadir selalu membawa dua
kemungkinan. Yaitu, kemungkinan positif dan kemungkinan negatif. Maka sudah
sepantasnya kita berupaya untuk memiliki strategi dalam rangka mengatasinya. Banyaknya
peluang sejalan dengan tantangan yang dihadapi, hal ini sudah menjadi hukum
alam dan sunatullah. Jika hal ini tidak bisa diperhatikan dengan baik, maka
kerusakanlah yang akan diterima kelak. Pengaruh media, teknologi dan informasi
yang semakin merajalela mengakibatkan bergesernya budaya, adat, kebiasaan dan
akhlak islami. Dari mulai cara berbicara, berpakaian, dan bertingkahlaku,
generasi di zaman ini rentan dengan pengaruh budaya barat yang tidak sesuai
dengan budaya pendidikan agama islam.
Pendidikan
agama islam menjadi benteng bagi generasi zaman sekarang ini dari pengaruh
budaya yang kurang baik. Sejarah panjang pendidikan agama islam dalam membina
umat manusia, menjadi fakta sejarah yang tidak bisa dihilangkan. Fakta sejarah
itu akan lebih bermakna, jika kita bisa meneruskan perjuangkan ini dengan baik.
Bayangkan saja, jika pendidikan agam islam di dunia ini berhenti satu jam saja,
tidak bisa dibayangkan kerusakan yang akan kita terima. Berdasarkan itu semua,
maka perlulah kita memahami locus of control, locus of control kontrol
diri sebagai pendidik dalam menghadapi tantangan zaman ini, di era disrupsi
teknologi.
PEMBAHASAN
A. Pengertian locus of control
Locus of control merupakan sebuah konsep yang berhubungan tentang persepsi seseorang
dalam rasa tanggung jawab atas kejadian-kejadian di dalam hidupnya (Budiyarti
et al., 2025). Kesadaran ini perlu ditumbuhkan kepada
para pendidik, terlebih lagi di era disrupsi teknologi ini. Pemahaman terhadap locus
of control ini akan berdampak pada respon pendidik dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa dalam hidup dan juga menumbuhkan motivasi untuk mengambil
sebuah tindakan. Locus of control juga berperan untuk menumbuhkan rasa
kebijaksanaan dalam hati dan piikiran manusia, untuk tidak mudah menyalahkan
orang lain, juga tidak menyalahkan keadaan. Pemikiran ini harus bisa menjadi
landasan pemikiran pendidik, locus of control yang bersarang pada
pemikiran pendidik akan menghasilkan sebuah sistem pendidikan yang penuh
kedewasaan. Adapun macam-macam locus of control, antaralain:
1. Internal locus of control
Pendidik yang memiliki paham Internal
locus of control beranggapan bahwa berhasil atau tidaknya siswa didik
selaras dengan bagaimana pendidik tersebut mendidiknya (Syatriadin,
2017). Sebelumnya para pendidik yang memiliki internal
locus of control cenderung mempunyai anggapan bahwa anak didiknya
memiliki kemampuan dan potensi selaras dengan apa yang diusahakan oleh pendidik.
Dalam momen ini terlihat, bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika diusahakan
dengan sebaik mungkin. Hasil akan selalu mengikuti prosesnya. Tingginya
semangat, dalamnya niat, dan uletnya usaha memberikan bahan bakar pada diri
pendidik dan peserta didik untuk bisa grow up bersama atau untuk
berumbuh dan berkembang bersama-sama, sehingga antara guru dan peserta didik
memiliki timbal balik yang nyata. Dalam keadaan lain orang yang memiliki
internal locus of control lebih mudah untuk berinstropeksi diri dan
mawas diri. Selanjutnya jika hal tersebut sudah dilaksanaka maka secara
perlahan akan merubah kesalahan-kesalahan yang ada.
2. External locus of control
Pendidik yang memiliki paham external
locus of control beranggapan bahwa keyakinan dalam hidup seseorang
dikendalikan oleh faktor eksternal seperti takdir, keberuntungan atau tindakan
orang lain, bukan oleh usaha atau kemampuan diri sendiri. Jika dalam hal ini
dikaitkan dengan fenomena pendidikan, maka selanjutnya akan ada pendidik dan
peserta didik yang memiliki paham external locus of control. Pendidik
yang memiliki external locus of control akan susah melihat potensi dan
kekurangan peserta didik. Dalam keadaan ini, pendidik dan peserta didik akan
cenderung menyalahkan keadaan dari luar sehingga akan terbiasa mengkambing hitamkan
pihak lain atau keadaan yang sedang dialami, bahkan saling mengkambing hitamkan
satu sama lain. Menurunnya semangat dan motivasi pendidik dan peserta didik
juga bagian dari imbas dari paham external locus of control. Seolah-olah mereka
merasa jalan di depan buntu karena banyaknya faktor yang menghadang diri
mereka.
B. Locus of control Sebagai Pemahaman Solusi Untuk Peran Pendidik
di Era Disrupusi Teknologi
Dalam nuansa
globalisasi dan ditengah-tengah percepatan infromasi, teknologi maka jangan
sampai kita sebagai pendidik menggadaikan integerasitas kita. Walupun gempuran
globalisasi dan ditengah-tengah percepatan informasi, teknologi, kita harus
memberikan ruang kepada diri kita sendiri untuk memiliki rasa kepercayaan diri
bahwa mampu menjalankan tugas mulia ini. Sebagai pendidik kita harus bisa
menjadi teladan yang baik dalam setiap ucapan, tindakan, pakaian dan cara
berfikir, baik di dunia nyata ataupun media sosial. Jika kita bisa mengontrol
itu semua maka selaras dengan itu hasil pendidikan kita terhadap peserta didik
akan maksimal dan insyaallah langkah kita dalam peran pendidik di era disrupsi
teknologi jelas arahnya. Selanjutnya kita harus memberikan pemahaman kepada
peserta didik, agar mereka memiliki locus of control nya sendiri.
KESIMPULAN
Pendidik seperti halnya pohon yang berbuah,
terlepas dari buah hasil sang pohon yang terkadang bisa jatuh karena anggin
ataupun buahnya terkena serangan wabah penyakit. Setidaknya sebagai pendidik
kita harus seperti pohon yang sehat, kuat dan produktif, agar kelak buah-buah
kita manis dan menyegarkan. Cerminan tersebut seperti halnya pendidik di zaman
sekarang, sebagai pedidik kita harus memiliki fokus kontrol pada diri kita
terlebih dahulu, baik di dunia nyata maupun media sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyarti,
N., Handayani, H. R., & Abadi, H. P. (2025). Pengaruh Stres Kerja dan Lokus
Kendali terhadap Kinerja Guru. SCIENTIFIC JOURNAL OF REFLECTION : Economic,
Accounting, Management and Business, 8(1), 119–127.
https://doi.org/10.37481/sjr.v8i1.1018
Syatriadin,
S. (2017). Locus of Control : Teori Temuan Penelitian dan Reorientasinya dalam
Manajemen Penanganan Kesulitan Belajar Peserta Didik. Fondatia, 1(1),
144–164. https://doi.org/10.36088/fondatia.v1i1.93

0 Comments