Syaili Rizqoh (20624026)
Etika Profesi Keguruan B
Perkembangan
teknologi digital dalam dua dekade terakhir telah membawa perubahan besar pada
dunia pendidikan. Siswa kini hidup dalam arus informasi yang cepat, akses tanpa
batas, dan interaksi digital yang intens. Dalam momen peringatan Hari Guru
Nasional, penting untuk menegaskan kembali bahwa di tengah segala kecanggihan
teknologi tersebut, peran guru sebagai pembimbing dan penuntun karakter tetap
tidak tergantikan. Hari Guru menjadi refleksi bahwa guru adalah sosok yang
menghadirkan arah moral, nilai, serta keteladanan bagi siswa, terutama ketika
lingkungan digital menghadirkan banyak tantangan baru bagi perkembangan
karakter. Teknologi mungkin menghadirkan kemudahan, tetapi guru tetap menjadi
pemandu utama dalam membentuk generasi berakhlak dan bertanggung jawab.
Menurut
Fitri, dkk (2025), karakter siswa tidak hanya dibentuk oleh lingkungan belajar
formal, tetapi juga melalui keteladanan guru. Nilai seperti kejujuran,
disiplin, tanggung jawab, dan empati tidak dapat hanya diajarkan melalui teori,
tetapi perlu dicontohkan melalui sikap dan perilaku sehari-hari. Ketika guru
menunjukkan integritas dan kesungguhan dalam mengajar, siswa belajar melalui
pengamatan dan pengalaman langsung. Teknologi tidak mampu menggantikan dimensi
keteladanan ini. Aplikasi atau perangkat digital mungkin mampu menyampaikan
materi, tetapi tidak dapat menanamkan nilai moral melalui interaksi manusiawi.
Guru
juga memiliki peran sebagai pembaharu yang memandu siswa menghadapi perubahan
sosial akibat digitalisasi. Menurut Al Inu, dkk (2022), guru merupakan agen
pembaharu yang bertugas mengintegrasikan nilai karakter ke dalam sistem
pembelajaran yang semakin digital. Guru dituntut menguasai literasi digital
agar mampu membimbing siswa menggunakan teknologi secara etis dan bertanggung
jawab. Penggunaan teknologi bukan hanya untuk pencarian informasi, melainkan
juga sebagai media untuk menanamkan nilai kerja sama, kejujuran, dan tanggung
jawab. Guru yang kreatif mampu menjadikan literasi digital sebagai sarana
membangun karakter, bukan hanya kemampuan akademik.
Di
tengah dinamika perkembangan teknologi, terdapat potensi resiko moral yang
besar. Siswa yang aktif di ruang digital rentan terhadap perilaku negatif
seperti cyberbullying, konsumsi konten tidak mendidik, penurunan empati sosial,
hingga kecanduan gawai. Sulastriningsih (2025) menjelaskan bahwa tanpa
bimbingan moral, perkembangan teknologi dapat mempercepat kemerosotan karakter
siswa. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara menyeluruh
dan terintegrasi dalam setiap proses pembelajaran. Guru berperan tidak hanya
sebagai pengajar, tetapi juga penjaga nilai moral yang membantu siswa memahami
batas-batas dalam penggunaan teknologi.
Peran
guru dalam menciptakan suasana belajar yang mendukung pembentukan karakter
tidak dapat diabaikan. Guru yang memahami kondisi psikologis siswa dapat
membangun hubungan interpersonal yang hangat, sehingga siswa merasa dihargai
dan diterima. Relasi emosional yang positif ini menjadi pondasi penting bagi
perkembangan karakter siswa. Meski berguna, teknologi tetap tidak mampu
menggantikan empati, perhatian, maupun kedekatan emosional yang diberikan guru.
Ketika siswa menghadapi kesulitan akademik maupun personal, guru hadir sebagai
pihak yang memberikan arahan dan dukungan.
Karakter
siswa juga dipengaruhi oleh keselarasan nilai dari rumah, sekolah, dan
masyarakat. Dalam penelitian Mardiana, dkk (2023), dijelaskan bahwa pendidikan
karakter tidak akan berhasil jika sekolah bekerja sendiri. Kolaborasi antara
guru, orang tua, dan masyarakat diperlukan agar nilai yang ditanamkan konsisten
di berbagai lingkungan. Teknologi sering kali memberikan nilai baru yang tidak
selalu sejalan dengan budaya lokal. Di sinilah peran guru menjadi penting untuk
mengingatkan, menguatkan, dan mengarahkan siswa agar tetap pada jalur nilai
moral yang benar. Ketidaksinkronan antara pendidikan di rumah dan sekolah dapat
melemahkan pembentukan karakter yang sedang dibangun.
Guru
juga memiliki tugas memastikan bahwa teknologi digunakan sebagai media yang
membangun nilai positif. Melalui pembelajaran berbasis proyek, kolaborasi
daring, dan pemanfaatan platform digital, guru dapat menciptakan pengalaman
belajar yang tidak hanya berfokus pada penguasaan materi, tetapi juga pada
pengembangan sikap dan karakter. Guru dapat merancang tugas digital yang
menuntut siswa berpikir kritis, menilai dampak moral suatu tindakan, dan
memahami konsekuensi perilaku dalam ruang digital.
Selain
itu, guru perlu memberikan arahan mengenai etika digital. Etika dalam ruang
digital mencakup sikap sopan dalam komunikasi, kemampuan menjaga privasi,
menghormati karya orang lain, serta memahami konsekuensi dari jejak digital.
Semua ini membutuhkan bimbingan langsung dari guru yang kompeten dan peduli.
Pembinaan etika digital tidak bisa diserahkan hanya kepada perangkat teknologi
atau kurikulum semata, tetapi membutuhkan pendampingan aktif yang diberikan
melalui interaksi dan diskusi reflektif.
Pada
akhirnya, teknologi adalah alat yang dapat memperkuat atau melemahkan karakter,
tergantung siapa yang menggunakannya. Sejumlah penelitian dalam naskah ini
menegaskan bahwa peran guru dalam pembinaan karakter tidak dapat digantikan
oleh teknologi. Guru hadir sebagai figur utama yang memastikan bahwa
pembelajaran digital tetap berakar pada nilai moral. Interaksi guru dan siswa
menjadi inti dari keberhasilan pembelajaran, baik secara daring maupun luring.
Guru yang berintegritas, empatik, serta adaptif berkontribusi besar dalam
membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga matang
secara moral dan emosional.
Belajar
berkarakter di tengah perubahan teknologi adalah perjalanan panjang yang
membutuhkan bimbingan, arahan, dan keteladanan dari guru. Teknologi hanya
menyediakan fasilitas, tetapi guru memberikan nilai, arah, dan makna. Oleh
karena itu, pendidikan Indonesia perlu terus memperkuat kompetensi guru dalam
literasi digital, metodologi pembelajaran, serta pedagogi karakter agar siswa
dapat berkembang sebagai pribadi yang berakhlak mulia, kritis, dan siap
menghadapi tantangan masa depan. Dengan memahami hal tersebut, kita semakin
menyadari bahwa guru tetap menjadi sosok sentral dalam pembentukan karakter
siswa, apa pun bentuk kemajuan teknologi yang datang.
Daftar Pustaka
Al
Inu, A. N. N., Fitriani, D., Bani, E. A. S., & Winandar, M. L. (2022).
Peran guru sebagai agen pembaharu
dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter
siswa sekolah dasar di era digital. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 9802–9808.
Fitri,
A. A., Putra, A., & Suhendro, P. (2025). Kajian literatur: Peran guru
sebagai teladan dalam
pembentukan karakter siswa sekolah dasar di era digital. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar,
10(3).
Mardiana,
S., Sari, R. P., & Nurhaliza, L. (2023). Sinergi sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam pembentukan karakter siswa.
Jurnal Pendidikan Berkarakter,
5(2), 112–120.
Sulastriningsih,
S. (2025). Peran guru, karakter siswa, dan kecerdasan emosional di era digital. Pendas: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar, 10(4).
0 Comments