Suci Pratiwi (20624008)
Etika Profesi Keguruan – B
Dalam
dua puluh tahun terakhir, kemajuan teknologi digital telah membawa perubahan
besar dalam dunia pendidikan. Perubahan ini tidak hanya memengaruhi metode
pembelajaran, tetapi juga cara generasi muda mengakses, memahami, dan
berinteraksi dengan informasi. UNESCO (2018) menyatakan bahwa literasi digital
merupakan salah satu keterampilan esensial abad ke-21 yang perlu dikuasai oleh
setiap peserta didik. Momen Hari Guru Nasional 2025 menegaskan kembali peran
penting guru sebagai contoh dalam pemanfaatan teknologi yang cerdas dan
bertanggung jawab. Di tengah arus informasi yang begitu cepat, guru tidak hanya
berfungsi sebagai penyampai pengetahuan, tetapi juga sebagai pendamping dalam
menumbuhkan kemampuan berpikir kritis serta etika digital pada siswa (Setiawan,
2020).
Pentingnya
Guru Menjadi Teladan Literasi Digital
Generasi
muda saat ini kerap disebut digital natives, yakni generasi yang tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan yang sarat dengan teknologi (Prensky, 2001).
Walaupun mereka akrab dengan perangkat digital dan media sosial, hal itu tidak
menjamin bahwa mereka memiliki literasi digital yang kuat. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa banyak siswa masih mengalami kesulitan dalam membedakan
informasi yang kredibel dan yang menyesatkan, serta belum memahami sepenuhnya
ancaman terkait keamanan di dunia maya (European Commission, 2019).
Menurut
Gilster (1997), literasi digital mencakup kemampuan berpikir kritis dalam
mengolah informasi berbasis digital. Dalam hal ini, guru memiliki peran sentral
sebagai panutan dalam menerapkan etika, memeriksa kebenaran informasi, dan
menggunakan teknologi secara bijak. Ketika guru memperlihatkan praktik literasi
digital yang baik—misalnya mencantumkan sumber digital secara tepat, menjaga
rekam jejak digital, serta bersikap santun dalam interaksi daring siswa akan
belajar melalui teladan nyata yang mereka saksikan setiap hari (Purwaningsih
& Sari, 2023).
Integrasi Teknologi dalam
Pembelajaran
Integrasi
teknologi dalam pendidikan tidak seharusnya berhenti pada pemakaian alat bantu
sederhana seperti proyektor, kuis digital, atau platform e-learning. Lebih dari
itu, esensi pemanfaatan teknologi adalah bagaimana ia dapat memperdalam proses
berpikir kritis, mendorong kreativitas, serta memperkuat kemampuan kolaboratif
siswa. Kemendikbud RI (2021) menegaskan bahwa teknologi pendidikan harus
diarahkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, bukan sekadar mengikuti arus
modernisasi atau tren yang sedang populer.
Dalam
praktiknya, guru memiliki ruang yang sangat luas untuk memilih media digital
yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Mulai dari simulasi interaktif yang
membantu siswa memahami konsep abstrak, video edukatif yang memperkaya konteks
materi, platform coding untuk menumbuhkan kemampuan problem-solving, hingga
aplikasi berbasis kecerdasan buatan yang memfasilitasi pembelajaran adaptif.
Namun, penggunaan teknologi perlu diimbangi dengan keterampilan menilai
kredibilitas informasi. Karena itu, mengajak siswa melakukan pengecekan fakta,
menganalisis pemberitaan daring, atau menelusuri keaslian sumber digital
menjadi bagian penting dalam mengembangkan literasi evaluatif mereka kompetensi
yang semakin krusial di tengah maraknya disinformasi (Rheingold, 2012).
Lebih
jauh, kegiatan kreatif seperti membuat poster digital, video pendek, presentasi
multimedia, hingga blog reflektif tidak hanya membantu siswa mengekspresikan
pemahaman dengan cara yang lebih variatif, tetapi juga mengasah kemampuan
literasi media. Produk-produk digital tersebut menuntut siswa untuk memilih
informasi, mengolah data, dan menyampaikan pesan secara etis kemampuan yang
sangat dibutuhkan dalam dunia kerja yang berbasis teknologi dan komunikasi
digital (European Commission, 2019).
Keteladanan
Guru dalam Etika dan Keamanan Digital
Aspek
etika dalam penggunaan teknologi digital masih menjadi tantangan besar bagi
banyak peserta didik. Tidak sedikit remaja yang belum menyadari pentingnya
menjaga kerahasiaan data pribadi, menghindari penyebaran ujaran kebencian, atau
menerapkan kesantunan ketika berinteraksi di ruang daring (UNESCO, 2018). Dalam
konteks inilah, peran guru sebagai model perilaku digital menjadi sangat
menentukan. Keteladanan bukan hanya disampaikan melalui nasihat, tetapi
terutama melalui tindakan konkret yang dapat diamati langsung oleh siswa.
Rheingold
(2012) menekankan bahwa kemampuan untuk “berperilaku etis dan bertahan secara
bertanggung jawab” dalam dunia digital merupakan bagian penting dari kecakapan
hidup abad 21. Guru dapat menunjukkan standar perilaku digital yang baik
melalui berbagai praktik sederhana namun signifikan, seperti menghindari
penyebaran informasi yang belum terverifikasi, menghormati hak cipta dan
lisensi digital, menggunakan akun profesional untuk kepentingan pekerjaan,
serta memperlihatkan cara berdialog secara santun ketika menghadapi opini yang
berbeda di ruang online. Langkah-langkah ini sekaligus menjadi pembelajaran
implisit bagi siswa tentang bagaimana mereka seharusnya bersikap sebagai warga
digital.
Dengan
memberikan contoh yang konsisten, guru tidak hanya membangun citra profesional
yang positif, tetapi juga turut menanamkan karakter digital yang esensial di
era informasi. Pendidikan karakter digital ini menjadi landasan penting dalam
membentuk generasi yang tidak hanya mahir teknologi, tetapi juga bertanggung
jawab dan sadar etika ketika memanfaatkannya (Purwaningsih & Sari, 2023).
Hal ini sejalan dengan temuan Livingstone, Third, dan Stoilova (2021) yang
menegaskan bahwa dukungan pendidik sangat berpengaruh dalam meningkatkan
kemampuan literasi digital dan etika online pada remaja. Sementara itu,
penelitian Jones & Mitchell (2016) menunjukkan bahwa paparan keteladanan
positif dari guru dan orang dewasa lain dapat menurunkan risiko perilaku negatif
digital, seperti cyberbullying dan oversharing.
Dengan
fokus pada pembiasaan dan keteladanan, guru dapat menciptakan ekosistem
pembelajaran yang tidak hanya informatif, tetapi juga mendidik siswa menjadi
pengguna teknologi yang reflektif, etis, dan bertanggung jawab.
Tantangan
Guru di Era Digital dan Pentingnya Dukungan Sistem
Meskipun
perannya sangat penting, guru menghadapi sejumlah tantangan dalam
mengintegrasikan literasi digital. Sebagian guru harus belajar teknologi secara
mandiri, sementara fasilitas sekolah sering kali tidak merata (Kemendikbud RI,
2021).
European Commission (2019) menyoroti bahwa keberhasilan literasi digital tidak
dapat dibebankan sepenuhnya kepada guru. Diperlukan dukungan sistem seperti:
- pelatihan digital
berkelanjutan,
- akses perangkat dan
internet yang memadai,
- kebijakan pendidikan
yang memberi ruang inovasi,
- kolaborasi antara
sekolah, pemerintah, serta orang tua. Tanpa dukungan ekosistem yang kuat,
guru akan kesulitan menampilkan keteladanan literasi digital secara
optimal.
Refleksi:
Guru sebagai Cahaya dalam Ruang Digital
Guru
bukan hanya sumber pengetahuan, tetapi juga penuntun moral dalam dunia digital
yang penuh kompleksitas. Rheingold (2012) menekankan bahwa kemampuan membangun
ruang digital yang sehat bergantung pada figur yang memberikan contoh. Ketika
guru menunjukkan integritas digital, siswa belajar pentingnya kejujuran
informasi. Ketika guru menjaga etika diskusi digital, siswa memahami nilai
saling menghormati.
Dengan demikian, guru menjadi cahaya dalam ruang digital—menuntun siswa agar
tidak tersesat dalam banjir informasi, hoaks, dan interaksi negatif.
Keteladanan ini adalah kontribusi besar dalam membangun generasi muda yang
tidak hanya cerdas digital, tetapi juga berkarakter kuat.
Di
era serba cepat dan penuh disrupsi, integrasi teknologi dalam pembelajaran
harus disertai dengan keteladanan guru. Literasi digital bukan sekadar
kemampuan teknis, tetapi meliputi cara berpikir kritis, etika, dan keamanan
digital. Guru berperan sebagai teladan utama yang membimbing siswa menghadapi
dunia digital dengan bijak (UNESCO, 2018; Setiawan, 2020).
Pada
Hari Guru Nasional 2025, kita diingatkan bahwa guru adalah pilar pendidikan
digital Indonesia. Dengan dukungan ekosistem yang tepat, guru dapat memimpin
generasi muda menuju masa depan digital yang lebih cerdas, aman, dan
bermartabat.
REFERENSI
Kemendikbud RI. (2021). Transformasi
Digital Pendidikan: Kebijakan dan Implementasi. Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Prensky, M. (2001). Digital
Natives, Digital Immigrants. On the Horizon, 9(5), 1–6.
Purwaningsih, D., & Sari, R.
(2023). Peran Guru sebagai Teladan Literasi Digital pada Siswa Sekolah
Menengah. Jurnal Pendidikan dan Teknologi Digital, 5(2), 112–123.
Rheingold, H. (2012). Net Smart:
How to Thrive Online. MIT Press.
Setiawan, A. (2020). Literasi Digital dalam Pembelajaran Abad 21. Jurnal
Pendidikan Nasional, 14(1), 45–56.
UNESCO. (2018). Digital Literacy
Global Framework. UNESCO.
0 Comments