Guru sebagai Penjaga Martabat Bangsa: Refleksi Hari Guru Nasional 2025 atas Kasus Penghinaan Kyai di Media

Nur Fadhillah Amelia (20624035)

Etika Profesi Keguruan B

PENDAHULUAN

Setiap tanggal 25 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Guru Nasional sebagai momentum untuk mengenang jasa dan peran guru dalam membentuk peradaban bangsa. Tahun 2025 ini, peringatan Hari Guru mengangkat semangat “Guru Penuntun Nilai, Penjaga Martabat Bangsa.” Tema ini terasa semakin relevan setelah publik dikejutkan oleh tayangan di salah satu stasiun televisi nasional, Trans7, melalui program “Xpose Uncensored” pada 13 Oktober 2025, yang menampilkan potongan video dan narasi yang dianggap melecehkan para kyai, santri, dan pesantren.

Kasus tersebut menuai kecaman luas, terutama dari PWNU Riau dan PBNU, yang menilai tayangan itu sebagai bentuk penghinaan terhadap lembaga pendidikan Islam dan figur pendidik bangsa. Kejadian ini menyadarkan kita bahwa penghormatan terhadap guru dan pendidik baik di sekolah maupun pesantren masih belum sepenuhnya tertanam kuat dalam kesadaran publik.

Dalam momen Hari Guru Nasional 2025 ini, refleksi terhadap kasus tersebut menjadi sangat penting. Guru bukan sekadar pengajar ilmu pengetahuan, tetapi penjaga nilai dan martabat bangsa. Ketika guru dan kyai direndahkan, maka nilai-nilai luhur bangsa turut dilecehkan. Oleh karena itu, esai ini akan menyoroti bagaimana pendidikan berbasis nilai dapat memperkuat martabat bangsa, terutama melalui penghargaan terhadap guru dan kyai sebagai penjaga peradaban.

PEMBAHASAN

Guru adalah sosok yang menyalakan obor ilmu dan moral di tengah masyarakat. Dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, guru digambarkan sebagai ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberi dorongan. Filosofi ini menegaskan bahwa guru bukan hanya pengajar akademik, tetapi juga pembentuk nilai dan karakter bangsa.

Dalam konteks pesantren, peran itu diwujudkan oleh kyai, sosok yang mengajarkan ilmu, adab, dan kebijaksanaan. Pesantren telah berabad-abad menjadi benteng moral dan pusat kebangsaan. Sejarah mencatat bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari peran guru dan kyai, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan, yang menanamkan semangat cinta tanah air melalui pendidikan berbasis nilai.

Menurut Tilaar (2002), pendidikan sejati adalah proses humanisasi, membentuk manusia yang sadar akan nilai, moral, dan tanggung jawab sosial. Guru dan kyai menjadi aktor utama dalam proses tersebut. Maka ketika mereka dilecehkan, bukan hanya individu yang disakiti, melainkan simbol kebangsaan yang direndahkan. Penghormatan terhadap guru dan kyai berarti menjaga harkat bangsa itu sendiri.

Kasus tayangan Trans7 yang dianggap menghina kyai dan pesantren menjadi potret buram dari krisis nilai yang tengah dihadapi bangsa ini. Di era media digital, hiburan dan sensasi sering kali mengalahkan etika dan tanggung jawab moral. Tayangan yang seharusnya mendidik malah berpotensi menistakan lembaga pendidikan dan keagamaan.

Ketua PWNU Riau, KH. Rusli Ahmad, mengecam keras tayangan tersebut dan menilai bahwa media seharusnya lebih berhati-hati karena pesantren dan kyai adalah bagian penting dari sejarah bangsa (Kepri.NU.or.id, 2025). PBNU pun menyatakan bahwa hal itu bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga mencerminkan ketidakhormatan terhadap dunia pendidikan dan moral bangsa (Portal Purwokerto, 2025).

Dalam konteks Hari Guru Nasional, kejadian ini menjadi pengingat bahwa guru, kyai, dan pendidik sering kali masih dipandang sebelah mata. Padahal, tanpa mereka, bangsa ini akan kehilangan arah nilai. Ketika dunia media dan hiburan tidak lagi menghormati pendidik, maka pendidikan karakter akan sulit tumbuh subur.

Pendidikan berbasis nilai adalah benteng utama menghadapi krisis semacam ini. Nilai-nilai seperti hormat kepada guru, adil dalam berbicara, dan empati terhadap sesama harus dihidupkan kembali di setiap lini kehidupan masyarakat. Tanpa nilai, ilmu hanya akan melahirkan generasi cerdas secara kognitif tetapi miskin moral.

Peringatan Hari Guru Nasional 2025 seharusnya menjadi momentum untuk meneguhkan kembali komitmen bangsa terhadap pendidikan berbasis nilai. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat perlu memperkuat kolaborasi agar penghormatan terhadap guru dan pendidik tidak hanya bersifat seremonial, tetapi menjadi bagian dari budaya nasional.

Ada empat langkah penting yang dapat dilakukan:

1.      Memperkuat posisi guru dan kyai sebagai teladan nilai. Guru tidak boleh sekadar menjadi pengajar kurikulum, tetapi juga panutan moral. Negara perlu memberikan dukungan penuh terhadap kesejahteraan, perlindungan, dan penghormatan profesi guru.

2.      Menanamkan nilai kebangsaan dan etika dalam kurikulum. Setiap peserta didik harus diajarkan pentingnya menghormati guru, orang tua, dan tokoh moral sebagai bagian dari cinta tanah air.

3.      Meningkatkan literasi media dan etika komunikasi. Masyarakat perlu dididik agar mampu membedakan konten yang mendidik dengan yang melecehkan nilai-nilai luhur bangsa.

4.      Menumbuhkan budaya apresiasi terhadap guru. Hari Guru Nasional tidak cukup hanya dengan upacara atau ucapan selamat, tetapi dengan aksi nyata: menghormati, mendengarkan, dan meneladani guru dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan langkah-langkah tersebut, pendidikan berbasis nilai tidak hanya memperkuat sistem pendidikan nasional, tetapi juga menjaga martabat bangsa di tengah arus modernitas yang semakin kompleks.

 

 

KESIMPULAN

Hari Guru Nasional 2025 seharusnya tidak hanya menjadi perayaan, tetapi juga momentum refleksi bagi seluruh elemen bangsa. Kasus penghinaan terhadap kyai di media menjadi cermin bahwa penghormatan terhadap pendidik belum sepenuhnya mengakar. Padahal, guru dan kyai adalah pilar utama yang menjaga nilai, moral, dan martabat bangsa.

Pendidikan berbasis nilai menjadi kunci agar generasi penerus bangsa tidak kehilangan arah. Guru dan kyai harus ditempatkan kembali sebagai pusat penghormatan dan sumber inspirasi, bukan sebagai bahan olok-olok atau konten sensasional.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati gurunya. Maka pada Hari Guru Nasional 2025 ini, mari kita teguhkan komitmen untuk menjaga martabat guru dan pendidikan berbasis nilai, karena di tangan para guru, martabat bangsa akan selalu terjaga.

REFERENSI

Kepri.NU.or.id. (2025). Ketua PWNU Riau Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai

Merendahkan Kyai, Santri, dan Pesantren.

Portal Purwokerto. (2025). PBNU Kecam Keras Program “Xpose Uncensored” Trans7,

Siapkan Langkah Hukum.

BisnisBandung.com. (2025). Islah Bahrawi: Penghinaan Pesantren oleh Trans7 Bukan

Kelalaian.

Tilaar, H.A.R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik

Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Dewantara, K.H. (1936). Pendidikan: Tuntunan Hidup Manusia. Yogyakarta: Taman

Siswa.

Post a Comment

0 Comments