Guru: Secercah Cahaya di Tengah Redupnya Etika Dunia Global

 

 Rani Pratiwi (20624015)

Etika Profesi Keguruan B

 

Kemajuan teknologi digital telah merubah dunia Pendidikan secara signifikan. Dulu, siswa harus berjuang untuk mendapatkan informasi seperti harus mencari buku, surat kabar, majalah, yang dimana untuk mendapatkan informasi, mereka harus membacanya dengan teliti, tetapi sekarang mereka bisa mengakses sebuah informasi dengan sangat mudah hanya dengan satu sentuhan saja. Di balik kemajuan tersebut, muncul berbagai tantangan baru yang cukup berarti. Salah satunya adalah lenyapnya nilai moral dan karakter di antara generasi muda. Dalam kondisi ini, peran guru menjadi cahaya yang membimbing siswanya di tengah redupnya etika. Seorang guru diharapkan mampu menanamkan prinsip integritas, tanggung jawab, dan empati dalam setiap proses pembelajaran, sehingga siswa memiliki kecerdasan akademik dan juga kebijaksanaan dalam menghadapi kemajuan teknologi. Dalam era digital, guru perlu menekankan bahwa kemajuan tanpa kebijakan tidak akan memiliki makna. Guru menyisipkan nilai-nilai kehidupan dalam ucapan dan tindakan mereka. 

Momentum Hari Guru Nasional 2025 yang mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di Era Digital” mencerminkan betapa krusialnya peran guru di tengah derasnya aliran globalisasi dan kemajuan teknologi. Seorang guru dapat dikatakan sebagai jiwa dari sistem pendidikan, bukan hanya sekadar pelengkap proses pembelajaran. Di saat teknologi mampu menjawab pertanyaan dengan cepat, maka guru mampu mengajarkan makna dari setiap jawaban. Seorang guru tidak hanya mencetak generasi yang cerdas secara digital, tetapi juga membentuk pribadi yang memiliki empati, dan memiliki moral serta karakter yang terdidik di tengah dunia yang semakin redup etikanya.

Kemajuan dunia digital telah memberikan banyak kemudahan sekaligus tantangan. Di satu sisi, teknologi memang membuka peluang besar bagi kemajuan Pendidikan. Tetapi di sisi lain, tekhnologi juga dapat menghadirkan risiko yang dapat merusak karakter para pelajar. Penelitian yang dilakukan oleh (Harahap, dkk, 2024) menunjukkan bahwa terlalu banyak menggunakan media sosial dapat mengurangi kesadaran etika pada remaja sebanyak 62%, terutama dalam hal sopan santun, tanggung jawab, dan empati saat berinteraksi di dunia maya. Mereka mencari jawaban hanya dengan satu klik tanpa benar-benar mengerti makna yang dipelajari.

 Teknologi memang menawarkan kenyamanan tetapi juga membentuk sikap malas dan terburu-buru dalam proses pembelajaran. Masalah ini semakin rumit karena banyak pelajar yang akhirnya terpapar dan terkecoh oleh konten berita bohong (hoaks) yang beredar masif di berbagai platform digital. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan literasi digital anak-anak  masih butuh penguatan serius. Hal ini hal ini diperkuat dengan wawancara dilakukan oleh (Thulhidjah, 2024) yang mengungkapkan bahwa beberapa mahasiswa memang berusaha untuk mencari kebenaran informasi terlebih dahulu sebelum mempercayainya. Namun, banyak dari mereka yang mengaku secara spontan membagikan atau menyebarkan informasi tanpa verifikasi sebelumnya, terutama ketika berita itu viral atau memicu reaksi keras di Instagram.Hal ini mengindikasikan bahwa keterampilan berpikir kritis serta literasi digital di kalangan pelajar masih berada dalam tingkat yang cukup rendah.

Maka dari itu, peran seorang bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya informasi. Seorang guru diharapkan mampu menanamkan prinsip integritas, tanggung jawab, dan empati dalam setiap proses pembelajaran, sehingga siswa memiliki kecerdasan akademik dan juga kebijaksanaan dalam menghadapi kemajuan teknologi. Guru menyisipkan nilai-nilai kehidupan dalam ucapan dan tindakan mereka. Dalam proses pembelajaran, guru harus menanamkan makna hidup yang tidak tercantum dalam pembelajaran. Mereka memotivasi siswanya bukan dengan berdiri di depan kelas, tetapi dengan membimbing siswanya untuk meninggalkan dampak buruk dunia digital melalui perilaku, perhatian, dan ucapan yang sederhana.

Menurut studi yang penelitian yang dilakukan oleh (Harahap, dkk. 2024), penerapan nilai-nilai etika dan contoh yang diberikan oleh guru berdampak langsung pada peningkatan perilaku moral siswa sebesar 57%, khususnya dalam aspek kedisiplinan, penghormatan, dan tanggung jawab. Temuan ini mendukung bahwa setiap perilaku yang ditunjukkan oleh guru adalah salah satu metode pendidikan karakter yang paling berhasil di era perkembangan teknologi ini.

 Seorang guru menanamkan tanggung jawab bukan melalui nasihat ataupun ceramah panjang, tetapi dengan memberikan contoh nyata seperti datang tepat waktu, memenuhi janji, dan berusaha dengan sepenuh hati.  Hal ini sejalan dengan pemikiran Lickona (2013) yang mengungkapkan bahwa "character is caught, not taught". Karakter tidak hanya diajarkan, tetapi juga diperoleh melalui teladan dan contoh konkret dari pendidik. Oleh karena itu, peran guru tidak hanya sebatas pengajar, melainkan juga sebagai panutan moral yang memperlihatkan nilai-nilai kemanusiaan dalam perilaku sehari-hari.

Guru sejati bukan sekadar mereka yang mahir dalam teknologi, melainkan juga yang bisa membimbing para siswanya untuk berproses. Mereka tidak hanya menyampaikan rumus atau teori, tetapi juga menyampaikan makna dari setiap yang dipelajari. Mereka membimbing siswa untuk menyadari bahwa pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan nilai seratus, melainkan tentang bagaimana proses mereka untuk berkembang dan meningkatkan kualitas diri mereka. Berdasarkan hasil wawancara dari (Miskanik dan Susiati, 2023) hal ini terbukti nyata, sebagian besar peserta didik di SMK Bina Putra Jakarta telah menunjukkan tingkat pengendalian diri yang tinggi, hal inj terbukti dari kedisiplinan mereka seperti datang ke sekolah tepat waktu, hadir secara teratur, dan mengenakan seragam lengkap. Sementara itu, bagi sebagian kecil siswa dengan pengendalian diri rendah (misalnya ikut-ikutan bolos, terlambat), layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan oleh guru BK berhasil menunjukkan perubahan positif; siswa yang tadinya melanggar peraturan bahkan kini sudah berani.

Seberapa canggih pun teknologi, para pendidik tetap berfungsi sebagai panutan yang baik bagi murid-muridnya. Mereka mengarahkan siswa agar tidak hanya mahir dalam menggunakan teknologi, tetapi juga memahami cara untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab. Melalui bimbingan para pengajar, siswa diajarkan untuk memiliki etika dalam dunia digital, mampu memilah informasi sebelum menerimanya, serta berhati-hati saat menyebarluaskan informasi di dunia maya. Dengan cara ini, para guru menjadi contoh nyata bagi murid-murid mereka bahwa kemajuan digital hanya berarti jika dijalani dengan hati yang tulus dan niat yang baik.

Di balik kecanggihan teknologi, pendidik tetap berfungsi sebagai teladan bagi para muridnya. Pendidik membimbing murid agar tidak hanya terampil dalam menggunakan teknologi, tetapi juga memahami cara mengoptimalkannya dengan bijaksana. Melalui arahan pendidik, murid belajar untuk beretika dalam menggunakan media digital, dapat menyaring informasi sebelum menerimanya, serta berhati-hati dalam menyebarkan sesuatu di ranah maya. Dengan demikian, pendidik menjadi contoh nyata bagi para muridnya bahwa kemajuan digital hanya berarti jika dijalani dengan hati yang tulus dan niat yang baik. Guru menanamkan pada mereka bahwa kecerdasan yang sejati tidak hanya dinilai dari seberapa cepat seseorang menangkap pelajaran, tetapi juga dari seberapa mereka mengerti bagaimana kehidupan. Dengan ketekunan, keikhlasan, dan kasing sayang, guru membimbing setiap siswa agar mereka tidak terseret dalam pesatnya arus digital. Selama masih ada guru, dunia ini tidak akan pernah kehilangan cahayanya.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, A. S., Nabila, S., Sahyati, D., Tindaon, M., & Batubara, A. (2024). Pengaruh media sosial terhadap perilaku etika remaja di era digital. Indonesian Culture and Religion Issues1(2), 9-9. Thulhidjah, M. (2024). Perilaku Penyebaran Berita Hoax dan Hate Speech pada Kalangan Mahasiswa Di Instagram.

Lickona, T. (1992). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. Bantam.

Mardiana, W., Andriani, O., Salwa, N., & Rohman, G. (2024). Pentingnya Peran Guru Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Era Digital. Pendekar: Jurnal Pendidikan Berkarakter2(1), 226-230.

Rahmadani, R., & Nasution, F. (2024). Pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control dalam mengatasi kejenuhan belajar pada siswa. Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia10(1), 294-300..

 

 

Post a Comment

0 Comments