Zakia_20624004
Di tengah era globalisasi yang membuat informasi semakin terbuka,
teknologi terus berkembang, dan budaya asing terus masuk, nasionalisme di
kalangan generasi muda mengalami tantangan besar. Identitas bangsa bisa
terkikis karena pengaruh gaya hidup modern yang lebih mengagungkan budaya luar
dibandingkan nilai-nilai warisan bangsa sendiri (Siregar et all., 2024). Dalam
kondisi seperti ini, peran guru sangat penting. Mereka bukan hanya mengajar
agar siswa pintar, tetapi juga membentuk karakter kebangsaan para siswa. Hari
Guru Nasional 2025 dengan tema “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di Era
Digital” menjadi pengingat bahwa para pendidik memiliki tanggung jawab moral
untuk menjaga semangat nasionalisme di tengah arus globalisasi yang deras.
Globalisasi memang membawa dua dampak di satu sisi, membuka kesempatan luas
bagi anak muda untuk berkembang secara global. Namun di sisi lain, juga bisa
mengurangi rasa nasionalisme. Media sosial memudahkan akses terhadap budaya
populer asing yang bisa ditiru tanpa ada pemilihan. Bahasa asing sering
dianggap lebih keren, produk luar lebih bergengsi, dan gaya hidup barat jadi
standar modern. Di tengah pengaruh ini, nasionalisme bukan sekadar menghafal
lagu kebangsaan atau mengikuti upacara bendera, tetapi adalah kesadaran bahwa
kita harus mencintai dan memberi kontribusi untuk bangsa sendiri. Selain
memberikan pengetahuan, guru juga membentuk nilai-nilai dalam diri siswa di
kelas, guru menjadi contoh yang baik dalam sikap, cara berbicara, dan cara
berpikir. Dengan metode belajar yang sesuai dan kontekstual, guru bisa
mengajarkan nilai nasionalisme di setiap pelajaran. Misalnya, dalam pelajaran
IPS, siswa diajarkan tentang sejarah perjuangan bangsa dan hubungannya dengan
masalah sosial sekarang. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, siswa diberi
dorongan untuk bangga menggunakan bahasa nasional dengan baik. Seorang guru
yang hebat bukan hanya menyampaikan materi, tetapi juga mencontohkan. Ketika
guru datang tepat waktu, menunjukkan integritas, dan menghargai perbedaan, maka
secara tidak langsung ia sedang menanamkan rasa cinta tanah air kepada
siswanya. Sebagaimana Ki Hadjar Dewantara mengajarkan konsep "Ing ngarso
sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani", peran guru
menjadi teladan di depan, penggerak di tengah, dan pemberi semangat di belakang
(Santika, R., 2023). Era digital menuntut guru untuk beradaptasi tanpa
kehilangan nilai-nilai kebangsaan. Penggunaan teknologi seperti platform
e-learning, media interaktif, dan kecerdasan buatan harus diarahkan tidak hanya
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, tetapi juga menanamkan karakter
nasional. Misalnya, guru dapat membuat proyek digital bertema “Bangga Produk
Lokal” atau “Pahlawan Nusantara”, di mana siswa memanfaatkan teknologi untuk
mengeksplorasi budaya dan sejarah bangsa. Selain itu, guru juga perlu menjadi
penjaga literasi digital siswa. Banyaknya informasi di dunia maya sering
membuat siswa mudah terpengaruh oleh berita hoaks, ujaran kebencian, dan
propaganda negatif yang bisa memecah persatuan bangsa. Dengan membimbing siswa
agar mampu berpikir kritis dan selektif terhadap informasi, guru sebenarnya
sedang memperkuat benteng nasionalisme dalam diri mereka. Saya masih ingat
jelas salah satu guru saya di SMA yang selalu membuka pelajaran dengan kisah
inspiratif tentang tokoh-tokoh nasional. Beliau tidak hanya memberikan
pelajaran sejarah, tetapi juga membuat kita merasa bangga menjadi bagian dari
Indonesia. Saat membicarakan perjuangan para pahlawan, beliau selalu
menghubungkannya dengan keadaan sekarang bahwa cara kita berjuang kini tidak
lagi dengan senjata, tetapi dengan memberikan kontribusi lewat prestasi dan
karya. Dari beliau, saya belajar bahwa nasionalisme bukan hanya soal mengingat
nama-nama pahlawan, tetapi bagaimana kita meneruskan perjuangan mereka sesuai
dengan zaman yang berbeda. Pengalaman ini membuat saya mengerti bahwa peran
guru sangat penting dalam membentuk cara pandang generasi muda terhadap negara.
Seorang guru yang inspiratif bisa membangkitkan semangat nasionalisme dalam
diri siswa, bahkan mereka mungkin tidak sadar akan hal itu. Agar semangat
nasionalisme tetap terjaga di zaman globalisasi ini, guru perlu mendapatkan
kesempatan dan dukungan untuk terus berinovasi. Pemerintah dan sekolah dapat
membantu dengan memberikan pelatihan mengenai pendidikan karakter yang berbasis
digital, serta menggabungkan kurikulum yang menekankan rasa cinta tanah air,
kerjasama, dan toleransi. Sekolah juga bisa mengadakan kegiatan seperti
pembelajaran berbasis proyek dengan tema kebangsaan, di mana siswa belajar secara
aktif lewat aksi nyata, seperti kegiatan sosial di sekitar lingkungan mereka
atau kampanye digital tentang mencintai produk lokal. Selain itu, guru perlu
mendapatkan penghargaan yang lebih, bukan hanya dari segi uang, tapi juga
secara moral. Ketika guru dihargai dan dihormati, semangat mereka untuk
menanamkan nilai kebangsaan kepada siswa akan semakin besar. Membangkitkan
semangat nasionalisme di zaman globalisasi bukanlah hal yang mudah, tetapi juga
bukan sesuatu yang tidak mungkin. Di tengah banyaknya pengaruh budaya dari
luar, guru tetap menjadi yang terdepan dalam mempertahankan identitas bangsa.
Melalui menjadi teladan, kreativitas dalam mengajar, dan penguasaan teknologi,
guru bisa menanamkan rasa cinta tanah air dengan cara yang relevan dan bermakna
bagi generasi digital sekarang. Hari Guru Nasional 2025 adalah waktu yang tepat
untuk menegaskan bahwa guru bukan hanya penyampai informasi, tetapi juga
pembentuk karakter dan penjaga moral bangsa. Sebab, sebenarnya, guru yang hebat
bukan hanya yang cerdas secara akademis, tetapi juga yang membangun rasa cinta
kepada tanah air. Dengan guru yang memiliki semangat nasionalis dan mampu
beradaptasi di era digital, Indonesia akan tetap memiliki martabat, mandiri,
dan berdaulat di tengah arus globalisasi.
Daftar Pustaka
Santika, R. (2023). Implementasi profil pelajar pancasila sebagai
pendidikan karakter di sekolah dasar. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 7(6), 6641-6653.
Siregar, A., Yanti, D. D., Sipayung, D. V., Adani, M. I., Rianti, N.
P., & Purnamasari, I. (2024). Pengaruh globalisasi terhadap identitas
budaya lokal. Jurnal Intelek Insan Cendikia, 1(8), 4142-4151.
0 Comments