Afiyah
Latifatul Laeliyah (20624051)
afiyah.latifatul.laeliyah24051@mhs.uingusdur.ac.id
Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat membawa perubahan
besar dalam kehidupan manusia. Dalam dunia pendidikan, teknologi menghadirkan
peluang luar biasa bagi siswa untuk mengakses informasi tanpa batas,
berkolaborasi lintas ruang, dan mengembangkan kreativitas melalui berbagai
platform digital. Namun, di balik manfaatnya, era disrupsi teknologi juga
membawa risiko yang tidak bisa diabaikan, mulai dari kemunculan budaya instan,
perundungan digital, penyebaran informasi palsu, hingga menurunnya interaksi
sosial langsung. Tantangan ini menjadi perhatian penting bagi dunia pendidikan,
khususnya bagi para guru yang memegang peranan sentral dalam membimbing
generasi muda.
Dalam konteks Hari Guru Nasional 2025, refleksi mengenai peran guru
menjadi semakin relevan. Tema besar “Guru Hebat, Indonesia Bermartabat di Era
Digital” memberikan pesan bahwa bangsa yang bermartabat hanya dapat dibangun
oleh manusia yang berkarakter kuat dan berintegritas. Di tengah derasnya arus
digital, guru tidak hanya menjadi penyampai ilmu, tetapi juga penjaga nilai
moral dan etika. Seperti yang pernah diungkapkan Ki Hadjar Dewantara,
“Pendidikan bukan hanya soal mentransfer pengetahuan, tetapi membentuk
karakter.” Kutipan ini menegaskan bahwa pembentukan karakter tetap menjadi inti
pendidikan, meskipun zaman terus berubah.
Era Disrupsi
Teknologi dan Tantangan Pembentukan Karakter
Era disrupsi teknologi telah mengubah pola pikir dan cara belajar
siswa. Informasi kini dapat diperoleh dengan cepat dan tanpa batas, membuat
siswa lebih mandiri namun rentan terhadap penyalahgunaan teknologi. Tantangan
utamanya bukan hanya tingginya paparan terhadap konten negatif, tetapi juga
perubahan perilaku sosial. Banyak siswa yang lebih memilih dunia digital
daripada interaksi nyata, sehingga nilai empati, sopan santun, dan kedisiplinan
mengalami penurunan.
Selain itu, media sosial mendorong budaya serba cepat yang membuat
siswa cenderung menginginkan hasil instan tanpa proses. Hal ini bertentangan
dengan nilai pendidikan karakter yang menekankan kesabaran, proses belajar, dan
kerja keras. Karena itu, guru perlu menjadi figur sentral yang mengarahkan
siswa agar tetap memiliki kontrol diri dan tanggung jawab dalam menggunakan
teknologi.
Guru sebagai Teladan
Karakter di Era Digital
Keteladanan adalah fondasi utama pendidikan karakter. Guru yang
menunjukkan integritas, kesabaran, dan kehati-hatian dalam bertindak akan
menjadi contoh nyata bagi siswa. Di era digital, keteladanan meluas hingga ke
ruang virtual. Guru harus menunjukkan sikap bijak dalam menggunakan media
sosial, menghindari ujaran kebencian, serta menjaga etika komunikasi digital.
Keteladanan guru tidak hanya mengajarkan moral, tetapi juga membentuk
cara pandang siswa terhadap teknologi. Ketika guru memberikan contoh penggunaan
teknologi yang bertanggung jawab seperti mencantumkan sumber informasi, menjaga
privasi, atau berdiskusi secara santun siswa akan meniru pola perilaku
tersebut. Dalam hal ini, guru menjadi “kompas moral” yang membantu siswa tetap
berada pada jalur yang benar.
Integrasi Pendidikan
Karakter dengan Literasi Digital
Pembentukan karakter tidak cukup dilakukan melalui ceramah moral
semata. Guru perlu mengintegrasikan pendidikan karakter dengan literasi
digital. Literasi digital tidak hanya mencakup kemampuan menggunakan perangkat,
tetapi juga kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi informasi, memahami etika
digital, serta mengelola jejak digital.
Misalnya, guru dapat mengajak siswa membuat proyek berbasis literasi
digital seperti kampanye anti-hoaks, video edukasi etika internet, atau konten
positif tentang toleransi. Melalui pendekatan ini, siswa belajar nilai karakter
secara kontekstual dan relevan dengan kehidupan digital mereka.
UNESCO (2021) menekankan bahwa literasi digital yang baik akan
melahirkan pengguna teknologi yang bertanggung jawab. Dengan demikian,
integrasi pendidikan karakter dan literasi digital menjadi kunci untuk mencetak
generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beretika.
Kolaborasi Guru,
Orang Tua, dan Teknologi
Pembentukan karakter adalah tanggung jawab bersama. Guru tidak dapat
bekerja sendiri tanpa dukungan orang tua. Di era digital, anak banyak
menghabiskan waktu di rumah dengan gawai, sehingga pengawasan orang tua sangat
penting. Guru dapat membangun komunikasi yang baik dengan orang tua, memberikan
panduan tentang penggunaan teknologi yang aman, serta memberikan pemahaman
tentang bahaya konten digital yang tidak sesuai.
Selain itu, teknologi tidak harus dipandang sebagai ancaman. Dengan
pemanfaatan yang tepat, teknologi dapat mendukung pendidikan karakter. Platform
pembelajaran digital dapat digunakan untuk membagikan cerita inspiratif, materi
reflektif, atau video edukasi tentang etika digital. Kolaborasi antara guru,
orang tua, dan pemanfaatan teknologi akan menciptakan ekosistem yang kondusif
bagi perkembangan karakter siswa.
Penguatan Kompetensi
Guru sebagai Penggerak Nilai
Era digital menuntut guru untuk terus meningkatkan kapasitas diri. Guru
perlu mempelajari teknologi baru, memahami dinamika media sosial, serta
mengembangkan strategi pembelajaran inovatif yang berorientasi pada karakter.
Pelatihan berkelanjutan sangat dibutuhkan agar guru dapat mengikuti
perkembangan zaman.
Howard Gardner (2006) dalam teorinya mengenai “Five Minds for the
Future” menekankan pentingnya karakter dan etika sebagai salah satu kemampuan
masa depan. Oleh karena itu, guru harus mampu menanamkan nilai-nilai tersebut
sejak dini. Guru masa kini bukan hanya pengajar, tetapi pemimpin moral yang
memandu siswa menghadapi kompleksitas dunia digital.
Membangun karakter siswa di era disrupsi teknologi merupakan tantangan
besar, tetapi juga peluang bagi para guru untuk memperkuat peran strategis
mereka dalam dunia pendidikan. Teknologi dapat mempermudah proses belajar,
tetapi karakter hanya dapat dibentuk melalui sentuhan manusia,sentuhan yang
diberikan guru melalui keteladanan, bimbingan, dan nilai-nilai yang diwariskan
kepada siswa.
Sejalan dengan peringatan Hari Guru Nasional 2025, guru yang hebat
adalah guru yang mampu memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan jati diri
sebagai pendidik dan pembentuk karakter. Dengan guru yang mumpuni dan penuh
dedikasi, Indonesia akan mampu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara
teknologi, tetapi juga bermartabat dan berintegritas.
Referensi
Dewantara, K. H. (1936). Pendidikan. Yogyakarta: Taman Siswa.
Gardner, H. (2006). Five Minds for the Future. Harvard Business
School Press.
Kemendikbudristek. (2023). Pedoman Literasi Digital di Satuan
Pendidikan. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi.
Kominfo RI. (2024). Laporan Survei Literasi Digital Nasional.
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Turkle, S. (2016). Reclaiming Conversation: The Power of Talk in a
Digital Age. New York: Penguin Press.
UNESCO. (2021). AI and Education: Guidance for
Policy-makers. Paris: UNESCO.
0 Comments